TEMPO.CO, Jakarta - Diagram hingga bagan perolehan suara pemilihan umum atau Pemilu 2024 dalam Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mendadak hilang menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini, dan pengamat politik Adi Prayitno angkat bicara terkait hilangnya diagram Sirekap KPU.
Perludem: Tambah Polemik
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mengatakan, Sirekap sebagai platform transparansi dan publikasi data dalam penghitungan suara hadir untuk memberikan gambaran atas progres penghitungan suara Pemilu 2024.
Lewat platform itu, kata Khoirunnisa, publik bisa melakukan pengawasan atas proses tersebut.
“Sehingga sebetulnya baik itu grafik dan juga form c hasilnya sama2 penting ditampilkan,” ujar Khoirunnisa ketika dihubungi Tempo, Rabu, 6 Maret 2024.
Jika ada yang bermasalah, lanjut Khorunnisa, KPU harusnya menjelaskan dan segera memperbaiki Sirekap. Jika dihilangkan seperti ini, maka publik tidak bisa mengontrol data digital dan grafiknya.
“Ini sudah setengah jalan proses rekap, kalau kemudian di tengah jalan dihilangkan grafik dan data digitalnya maka saya khawatir justru malah semakin bikin tambah polemik,” kata Khoirunnisa.
Ketika ditanya apakah langkah ini merupakan salah satu cara menekan polemik soal lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Khoirunnisa meminta KPU untuk membuka data Sirekap seperti sebelumnya.
“Supaya tidak ada spekulasi seperti ini, maka harusnya dibuka saja Sirekapnya. Supaya bisa dikontrol,” kata dia.
Pakar dari UI: Langkah mundur KPU
Pakar Kepemiluan dari UI Titi Anggraini menanggapi hilangnya diagram di laman Sirekap KPU sebagai kebijakan langkah mundur.
"Bagi saya sih kemunduran transparansi dan langkah maju yang sudah dicapai KPU," kata Titi saat ditemui di Pusdik MK, Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 6 Maret 2024. "Kan setiap Pemilu itu ada kemajuannya."
Titi merincikan pada 2014, KPU hanya mengunggah data hasil scanning. Kemudian pada 2019 dengan melakukan input manual dan tahun ini dengan menggunakan teknologi. Padahal, Titi menuturkan, teknologi ini diharapkan agar diterapkan secara gradual.
"Ini kan prosesnya sudah di tengah jalan, justru menutup itu malah menimbulkan spekulasi," ujarnya.
Titi menjelaskan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024, Sirekap adalah sarana publikasi penghitungan dan rekapitulasi suara, serta alat bantu dalam rekapitulasi penghitungan suara di setiap tingkatan.
Mestinya, kata dia, Sirekap bisa memudahkan pemilih maupun pemangku kepentingan dalam memahami penghitungan dan rekapitulasi suara.
"Harus diakui, selama ini -yang ditutup ini kan pie chart dan angka- itu sangat membantu pemilih di dalam masa jeda menunggu penetapan Pemilu pada 20 Maret 2024," kata Titi.
Titi pun menyarankan KPU seharusnya mengoreksi data-data yang dianggap masyarakat sebagai anomali. KPU juga semestinya responsif terhadap masukan dan kritik dari masyarakat.
Selanjutnya: Pengamat politik: Kepercayaan publik terjun bebas