TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memberikan kenaikan pangkat Prabowo Subianto menjadi jenderal penuh atau jenderal kehormatan. Peresmian itu ditandai dengan penyematan pangkat kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto adalah seorang purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir letnan jenderal. Semenjak diberhentikan dengan hormat sebagaimana Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 62/ABRI/1998 yang ditandatangani oleh Presiden Ke-3 RI BJ Habibie pada 20 November 1998, Prabowo tak pernah mendapat kenaikan pangkat.
Mengapa Prabowo dihentikan dari militer?
Prabowo diberhentikan dari militer karena terlibat penculikan aktivis 1998. Dilansir dari Majalah Tempo Edisi 16 Juni 2014, Laporan Utama: Prabowo Subianto Penculikan Aktivis, Syamsu Djalal yang saat itu menjadi Komandan Pusat Polisi Militer dengan pangkat Mayor Jenderal, mengatakan bahwa Prabowo Subianto otak penculikan. “Bukti awal bahwa Prabowo merupakan otak penculikan sangat kuat,” ujar Syamsu pada Oktober 2014.
Saat itu, Polisi Militer di bawah komando Syamsu menyelidiki perkara penculikan aktivis. Sejumlah orang hendak bersaksi, termasuk sembilan aktivis yang diculik Prabowo, Satuan Tugas Mawar, dan Satuan Tugas Merpati Komando Pasukan Khusus. Dua satuan itu dipimpin oleh anak buah Prabowo.
Sebab Polisi Militer berada di bawah koordinasi Kepala Staf Umum ABRI, Fachrul Razi, maka Syamsu membicarakannya kepada Fachrul sebelum disetujui Panglima ABRI, Wiranto. Sejak awal, Fachrul meminta perkara ini ditangani Dewan Kehormatan. Namun, Syamsu menolak. “Jika suatu saat keputusan ini dipersoalkan, Pak Fachrul tanggung jawab,” ujar Syamsu.
Fachrul menganggap kasus itu bisa segera tuntas jika langsung dibawa ke Dewan Kehormatan. Dengan terbatasnya waktu, penyelidikan hanya berfokus pada sembilan aktivis yang telah kembali. “Kalau termasuk 13 aktivis yang hilang, penyelesaiannya bisa berlarut-larut,” ujar Fachrul. Padahal keputusan harus segera diambil untuk memulihkan wibawa ABRI yang rusak karena perkara penculikan.
Kemudian, Panglima ABRI menunjuk Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo, Letnan Jenderal Fachrul Razi, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Letnan Jenderal Yusuf Kartanegara, Letnan Jenderal Agum Gumelar, Letnan Jenderal Arie J. Kumaat, dan Letnan Jenderal Djamari Chaniago untuk menjadi Dewan Kehormatan Perwira yang menyidang Prabowo.
Dalam sidang tersebut, kesalahan Prabowo yang menyita banyak penjelasan adalah soal penugasan Satuan Tugas Mawar atau lebih dikenal sebagai Tim Mawar untuk menculik aktivis prodemokrasi. Perintah itu dikirimkan melalui Kolonel Infantri Chairawan, yang merupakan Komandan Grup 4, dan Mayor Infanteri Bambang Kristiono.
Berdasarkan dokumen KEP/03/VIII/1998/DKP, dua anak buah Prabowo itu menjalankan tugas karena telah diyakinkan. Kepada anak buahnya, Prabowo menyebut Tim Mawar dibentuk atas perintah pimpinan.
Prabowo sendiri baru melaporkan operasi yang dilakukannya kepada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada April 1998. Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan Dewan Kehormatan Perwira, laporan itu dibuat Prabowo setelah didesak Kepala Badan Intelijen ABRI.
Dewan Kehormatan Perwira juga menyebut Prabowo melampaui kewenangan dengan menjalankan operasi pengendalian stabilitas nasional. Operasi itu dilakukan berulang-ulang di Aceh, Irian Jaya--sekarang Papua, dan pengamanan presiden di Vancouver, Kanada, oleh Kopassus. Prabowo juga dinilai bersalah lantaran kerap bepergian ke luar negeri tanpa izin Kasad atau Panglima ABRI.
Atas sejumlah tindakan Prabowo, Dewan Kehormatan Perwira menilai Prabowo mengabaikan sistem operasi, hierarki, dan disiplin di lingkungan militer. Prabowo juga dianggap tidak menjalankan etika profesionalisme dan tanggung jawab.
Dewan Kehormatan juga menyebut Prabowo melakukan tindak pidana berupa ketidakpatuhan. Pidana lain yang dilakukan Prabowo adalah perintah merampas kemerdekaan orang lain dan penculikan.
Dewan Kehormatan menyatakan Prabowo bersalah pada 21 Agustus 1998. Dewan Kehormatan sepakat bahwa Prabowo direkomendasikan untuk diberhentikan dari dinas keprajuritan. Surat rekomendasi itu disetujui Panglima ABRI. Namun, pemberhentian mesti disahkan lewat putusan presiden. Dalam isi Keputusan Presiden Nomor 62 tahun 1998, Prabowo diberhentikan “dengan hormat”, berbeda dengan rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira.
ANANDA RIDHO SULISTYA | MAJALAH TEMPO | ANTON WILLIAM | ANTON SEPTIAN | ANTARA
Pilihan Editor: Jokowi Beri Prabowo Pangkat Jenderal Kehormatan TNI, Siapa yang Mengusulkan?