TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyangkal pemberian gelar kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai sebuah transaksi politik. Jokowi menyatakan pemberian tanda serupa juga sudah diberikan kepada banyak tokoh.
Jokowi menyematkan titel istimewa bintang empat kepada Prabowo di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, kawasan Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 28 Februari 2024. Pengangkatan sesuai Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.
"Ya kalau transaksi politik kita berikan sebelum pemilu. Ini kan setelah pemilu supaya tidak ada anggapan-anggapan seperti itu," kata Jokowi ditemui usai sermoni di Mabes TNI.
Jokowi menjelaskan hal yang sama pernah diperoleh Susilo Bambang Yudhoyono hingga Luhut Pandjaitan. "Ini sesuatu yang sudah biasa di TNI maupun di Polri," katanya.
Pemberian tanda kehormatan Prabowo memicu perdebatan publik di tengah status eks Pangkostrad itu yang diberhentikan secara hormat dari ABRI melalui Keppres Nomor: 62/ABRI/1998 tentang pemberhentian Letjen Prabowo Subianto pada November 1998.
Pada tahun itu, Prabowo yang menyandang pangkat letnan jenderal dikaitkan dengan penugasan Satuan Tugas Mawar atau lebih dikenal sebagai Tim Mawar untuk menculik aktivis prodemokrasi.
Pakar militer Beni Sukadis mempertanyakan tolak ukur Presiden Jokowi yang memberikan kenaikan pangkat kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Beni mengatakan tanda kehormatan bagi calon presiden terpilih versi sejumlah sigi hitung cepat itu perlu dikaji ulang.
Beni menjelaskan di mata sejumlah masyarakat sipil di Indonesia, Prabowo masih dianggap bertanggung jawab atas dugaan kasus pelanggaran HAM di penghujung Orde Baru.
“Apakah memang tepat atau hanya bagian dari upaya Jokowi untuk tetap memiliki pengaruh terhadap Prabowo sebagai presiden terpilih,” kata Beni, Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia.
Pilihan Editor: Ketua KPU: 7 Petugas PPLN Kuala Lumpur yang Dinonaktifkan Sempat Dilaporkan ke DKPP