TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar dalam putusan sidang kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI).
Putusan terhadap I Nyoman Gde Antara dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agus Akhyudi bersama Hakim Anggota Putu Sudariasih, Nelson, Gede Putra Astawa, dan Soebekti di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Kamis, 22 Februari 2024.
"Membebaskan terdakwa Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu subsider," kata Majelis Hakim Agus Akhyudi.
Majelis hakim menilai Antara tidak terbukti bersalah sehingga dibebaskan dari semua tuntutan. Hakim menilai dakwaan jaksa baik primer maupun subsider pertama, kedua, dan ketiga tidak dapat dibuktikan dalam persidangan.
Kilas balik kasus
Kasus korupsi yang melibatkan Antara diselidiki sejak 24 Oktober 2022. Penyelidikan dilakukan oleh penyidik Pidana Khusus Kejati Bali. Dalam proses penyelidikan tersebut, Kejati memeriksa saksi-saksi, keterangan ahli dan surat, serta alat bukti petunjuk. Dari situ, penyidik menyimpulkan Antara diduga ikut berperan dalam tindak pidana korupsi dana SPI mahasiswa baru Seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun Akademik 2018 sampai dengan 2022.
Selain Antara, ada empat orang lain di lingkungan Unud yang sudah menjadi tersangka. Mereka berinisial IKB, IMY, dan NPS. Mereka telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka sejak 12 Februari 2023.
Setelah diperiksa sebagai saksi pada 14 Maret 2023, penyidik menaikkan status Antara menjadi tersangka pada 16 Maret 2023. Di hari yang sama, tim hukum Unud, Nyoman Sukadana akan mengajukan praperadilan.
Adapun Antara diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak PIdana Korupsi. Dalam konstruksi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 memang disebutkan soal adanya kerugian negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi.
Kejati Bali menilai pungutan SPI itu tak memiliki dasar hukum. Selain itu, I Nyoman Gde Antara juga dinilai melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Dalam aturan itu disebutkan daya tampung mahasiswa seleksi secara mandiri oleh PTN untuk setiap program studi selain PTN badan hukum (PTN BH) ditetapkan paling banyak 30 persen. Nyatanya, dalam temuan Kejati, ada fakultas 100 persen mahasiswanya berasal dari jalur mandiri.
Universitas Udayana saat ini juga masih berstatus PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU). Artinya, universitas itu maksimal menerima mahasiswa jalur mandiri sebanyak 30 persen.
Jaksa Kejati Bali menyimpulkan Gde Antara berperan dalam pelanggaran penentuan kuota mahasiswa jalur mandiri tersebut dari tahun Akademik 2018-2019 sampai dengan 2022-2023. Pasalnya, Gde Antara disebut sebagai ketua panitia penerimaan mahasiswa baru pada periode itu.
Selain itu, Kejati Bali juga menyatakan pemanfaatan dana SPI, yang semestinya diperuntukan untuk sarana dan prasarana kampus Universitas Udayana, nyatanya tak sepenuhnya digunakan untuk hal tersebut.
Pada 23 Januari 2024, mantan rektor Universitas Udayana itu dituntut 6 tahun penjara oleh JPU.”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa atas kesalahannya dengan pidana penjara selama enam (6) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata JPU Nengah Astawa dikutip dari antara.
ANANDA RIDHO SULISTYA | M FARREL FAUZAN| MADE ARGAWA| DEVY ERNIS | MARIA ARIMBI HARYAS PRABAWANTI
Pilihan Editor: Hakim Vonis Bebas Mantan Rektor Universitas Udayana di Kasus Dugaan Korupsi Dana Sumbangan