Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kilas Balik Hak Angket KPK pada Era Presiden Jokowi

Editor

Nurhadi

image-gnews
Suasana rapat dengar pendapat Pansus Hak Angket KPK dengan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Suasana rapat dengar pendapat Pansus Hak Angket KPK dengan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Akhir-akhir ini ramai soal usulan melakukan pengusutan dugaan pelanggaran Pemilu 2024 melalui hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wacana itu diusulkan oleh calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo, yang kemudian didukung calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan.

Dari catatan Tempo, pada era Sukarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid, hingga Megawati Soekarnoputri, sedikitnya DPR menggunakan hak angket sekali. Lalu yang terbanyak di era Sosilo Bambang Yudhoyono, yakni hingga lima kali. Lantas, bagaimana penggunaan hak angket DPR di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi?

Hingga di ujung pemerintahan Presiden Jokowi, DPR baru sekali mengajukan hak angket, yakni hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2017. Pengajuan hak angket itu buntut KPK menyelidiki kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP yang melibatkan Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto.

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan hak angket tersebut disetujui setelah sidang paripurna yang digelar pada akhir April tahun itu. Meski muncul berbagai penolakan keras dalam rapat tersebut, usul penggunaan hak angket tetap disetujui palu oleh pemimpin rapat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurut ICW, keputusan itu terkesan diambil secara terburu-buru dan dipaksakan.

“Keputusan yang diambil oleh sejumlah anggota Dewan dalam pengesahan usul hak angket itu sangat terkesan terburu-buru dan dipaksakan. Tampaknya, penolakan yang dilontarkan sebagian anggota Dewan lain tidak digubris oleh pimpinan. Di samping itu, pengguliran hak angket dinilai penuh kejanggalan dan salah sasaran,” tulis Tibiko Zabar Pradano, pegiat ICW.

Dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi (MK), Komisioner KPK saat itu, Laode Muhammad Syarif, mengungkapkan latar belakang munculnya hak angket DPR terhadap KPK tersebut. Penyampaian keterangan ini dilakukan Laode sebagai pihak terkait dalam uji aturan hak angket DPR dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang digelar pada Kamis, 29 September 2017.

Bergulirnya wacana hak angket berawal dari persidangan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada 30 Maret 2017. Dalam persidangan tersebut muncul sejumlah nama yang disebut karena menekan Miryam S. Haryani, anggota DPR yang menjadi saksi pada saat itu dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK perihal pemberian keterangan palsu.

Laode mengungkapkan munculnya Pansus Hak Angket terhadap KPK bermula dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan Komisi III DPR bersama KPK pada 18 hingga 19 April 2017. RDP tersebut membahas mengenai berbagai hal seperti ihwal independensi penyidik, manajemen penyidikan sampai dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang berjalan dengan lancar.

Tetapi, kata Laode, pada kesimpulan terakhir, Komisi III DPR meminta KPK melakukan klarifikasi dengan membuka rekaman berita acara pemeriksaan atas nama Miryam S. Haryani. Komisi III DPR hendak mengetahui tentang penyebutan sejumlah nama anggota dewan. Pimpinan KPK dan seluruh pegawai KPK yang hadir pada Rapat Dengar Pendapat tersebut menolaknya.

“Karena kami menganggap itu adalah bukan dalam ranah laporan atau dengar pendapat, tetapi itu adalah ranah pro justitia, sehingga kami tidak bisa menyerahkannya kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi III tetap mendesak, serta menyampaikan akan melakukan angket apabila KPK menolak membuka rekaman tersebut,” terang Laode.

Selain itu, Laode menyebut penggunaan angket oleh DPR terhadap KPK menjadi tidak proporsional dan kehilangan kebijakan rasionalitas. Menurut dia, menjadi bias apabila substansi yang terkait dengan penegakan hukum, apalagi yang berkaitan dengan perkara pidana yang seharusnya diproses dalam area hukum melalui sistem peradilan pidana, kemudian dibawa ke ranah politik.

Kata Laode, penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai lembaga independen akan menjadi catatan sejarah penting dalam penegakan hukum dan sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Pihaknya meyakini, jika penggunaan hak angket terhadap KPK tak dihentikan, peristiwa ini akan menjadi gerbang bagi legislatif untuk terus mencampuri kerja penegakan hukum di Tanah Air.

ICW mengungkapkan ulah DPR ini bukanlah yang pertama. Paling tidak selama 2017, DPR telah tiga kali melakukan manuver terhadap pemberantasan korupsi, seperti wacana revisi UU KPK yang kembali bergulir melalui sosialisasi Badan Keahlian DPR ke sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan penolakan pencekalan terhadap Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK.

“Melihat fenomena dan rentetan manuver DPR yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, tentu tak mengherankan jika masyarakat menganggap hak angket hanyalah akal-akalan sejumlah anggota Dewan. Rakyat melihat hal ini sebagai upaya menghambat penuntasan kasus korupsi yang tengah ditangani KPK,” tulis Tibiko.

Dikutip dari studi Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi dalam jurnal Integritas, Putusan MK Nomor 36/PUUXV/2017 menolak permohonan untuk menyatakan bahwa KPK bukan sebagai objek hak angket DPR, atau dalam bahasa lebih sederhana, KPK adalah objek hak angket DPR. Putusan itu berimplikasi bahwa penggunaan hak angket DPR terhadap KPK pada 2017 adalah konstitusional.

Pada 14 Februari 2018, Panitia Angket DPR terhadap KPK telah memberikan laporan dan memberikan rekomendasi dalam empat bidang.

Pertama, rekomendasi dalam aspek kelembagaan, KPK diminta:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

1. Menyempurnakan struktur organisasi KPK.

2. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga penegak hukum serta lembaga lainnya dalam pemberantasan korupsi.

3. Membentuk lembaga pengawas independen dari unsur internal dan eksternal KPK.

Kedua, rekomendasi dalam aspek kewenangan, KPK diminta:

1. Menjalankan tugas koordinasi serta supervisi dengan Kepolisian dan Kejaksaan sebagai “counterpartner” yang kondusif dalam pemberantasan korupsi.

2. Agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan hukum acara pidana serta perlindungan saksi dan korban dalam penindakan korupsi.

3. Melakukan tindakan pencegahan yang sistemik untuk mencegah korupsi terulang kembali.

Ketiga, dalam aspek anggaran, KPK diminta:

1. Meningkatkan dan memperbaiki tata kelola anggaran sesuai dengan hasil rekomendasi BPK.

Keempat, dalam aspek tata kelola sumber daya manusia (SDM), KPK diminta:

1. Memperbaiki tata kelola SDM dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang SDM/Kepegawaian.

2. Semakin transparan dan terukur dalam proses pengangkatan, promosi, mutasi, rotasi hingga pemberhentian SDM KPK.

KPK menyatakan menghormati rekomendasi, namun memberikan pernyataan berbeda pendapat. KPK menolak pembentukan lembaga pengawas independen yang menurut lembaga independen ini terkesan mengada-ada. Kala itu, salah satu anggota DPR mengatakan jika rekomendasi Panitia Angket tidak ditindaklanjuti, maka DPR mengancam akan mempergunakan hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat.

KORAN TEMPO

Pilihan Editor: Yusril Sarankan Sengketa Pemilu ke MK bukan Hak Angket, Ini Alasannya

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Berkas Kasus Firli Bahuri Mandek di Polda Metro, Penyidik Tak Kunjung Penuhi Permintaan Jaksa Penuntut Umum

29 menit lalu

Ketua KPK nonaktif yang jadi tersangka, Firli Bahuri, usai menjalani pemeriksaan lanjutan kasus dugaan pemerasan oleh eks Mentan Syahrul Yasin Limpo di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 27 Desember 2023. Firli diperiksa soal kepemilikan harta dan termasuk milik keluarganya, Firli diperiksa terselama kurang lebih 10 jam dan tidak memberikan keterangan apapun kepada media. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Berkas Kasus Firli Bahuri Mandek di Polda Metro, Penyidik Tak Kunjung Penuhi Permintaan Jaksa Penuntut Umum

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta merasa tak ada kedala menangani kasus dugaan pemerasan oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri.


Eks Penyidik KPK Heran Nurul Ghufron Tak Paham Soal Trading In Influence Karena Minta Kerabatnya Dimutasi

2 jam lalu

Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha (tengah) didampingi Dewan Penasehat Novel Baswedan (dua kanan) menunjukkan barkas laporan di gedung lama KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat 26 April 2024. IM57+ Institute melaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran kode etik. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Eks Penyidik KPK Heran Nurul Ghufron Tak Paham Soal Trading In Influence Karena Minta Kerabatnya Dimutasi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pernah meminta Kementan untuk memutasi kerabat atau keluarganya dari Jakarta ke Malang. Bakal jalani sidang etik.


Nurul Ghufron Gugat ke PTUN, Dewas KPK Tetap Gelar Sidang Etik dan Anggap Kasusnya Tidak Kedaluwarsa

4 jam lalu

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ditemui usai memberikan keterangan kepada Dewas KPK perihal pemberhentian Endar Priantoro di Gedung Dewas Rabu 12 April 2023. TEMPO/Mirza Bagaskara
Nurul Ghufron Gugat ke PTUN, Dewas KPK Tetap Gelar Sidang Etik dan Anggap Kasusnya Tidak Kedaluwarsa

Dewas KPK tetap akan menggelar sidang etik terhadap Wakil Ketua Nurul Ghufron, kendati ada gugatan ke PTUN.


Anggota Dewas KPK Albertina Ho Dilaporkan Nurul Ghufron, Ini Profil dan Kasus yang Pernah Ditanganinya

6 jam lalu

Anggota majelis Albertina Ho, menggelar sidang pembacaan surat putusan pelanggaran etik tanpa dihadiri tiga terperiksa pegawai Rutan KPK dari unsur Kemenkumham, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024. Majelis sidang etik Dewas KPK, menjatuhkan sanksi berat kepada tiga terperiksa eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK, Ristanta, eks Koordinator Kamtib Rutan, Sopian Hadi dan Kepala Rutan KPK nonaktif, Achmad Fauzi. TEMPO/Imam Sukamto
Anggota Dewas KPK Albertina Ho Dilaporkan Nurul Ghufron, Ini Profil dan Kasus yang Pernah Ditanganinya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron laporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho, eks Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Ini profilnya.


PN Jaksel Putuskan Ucapan Rocky Gerung Tidak Menghina Jokowi, Pejabat Publik Harus Siap Dikritik

7 jam lalu

Rocky Gerung. Instagram/@rockygerungofficial_
PN Jaksel Putuskan Ucapan Rocky Gerung Tidak Menghina Jokowi, Pejabat Publik Harus Siap Dikritik

PN Jakarta Selatan menolak gugatan advokat David Tobing yang menganggap Rocky Gerung telah menghina Presiden Jokowi.


Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Tugas dan Daftar Banyak Jabatan Lainnya

8 jam lalu

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) yang juga Ketum PB PASI menyaksikan kejuaraan atletik pelajar atau Student Athletics Championships (SAC) Indonesia di Stadion Madya, Komplek GBK, Jakarta, Jumat 13 Januari 2023. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo mendukung pembinaan atletik mulai tingkat sekolah demi menjaring bibit-bibit unggul sejak dini. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Tugas dan Daftar Banyak Jabatan Lainnya

Menkomarinves Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk Jokowi sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional. Ini jabatan kesekian yang diterima Luhut.


Hasto Akui Terima Pesan Pengurus Ranting yang Tolak Wacana Pertemuan Megawati dan Jokowi

8 jam lalu

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat menghadiri acara Temu Kangen dan Silaturahmi dengan senior partai di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu 17 Desember 2022.  Para senior PDIP yang hadir itu antara lain, Panda Nababan, Tumbu Saraswati, Rahmat Hidayat, Rudi Harsa, Emir Moeis, Dewi Jakse, Andreas Pareira, Firman Djaya Daeli, Jacob Tobing, Teras Narang, Idham Samawi, Agnita Singedekane, Pataniari Siahaan, Bambang Praswanto, HM. Sukira, Sirmadji, Daryatmo Mardiyanto. ANTARA/HO-DPP PDI Perjuangan
Hasto Akui Terima Pesan Pengurus Ranting yang Tolak Wacana Pertemuan Megawati dan Jokowi

Megawati, tutur Hasto, berterima kasih kepada pengurus dan kader hingga tingkat ranting dan anak ranting atas capaian mereka dalam Pemilu tahun ini.


Marak Judi Online, Menteri Komunikasi: Susah, Seperti Menghadapi Hantu

20 jam lalu

Menkominfo Budi Arie Setiadi. - (PeyHS)
Marak Judi Online, Menteri Komunikasi: Susah, Seperti Menghadapi Hantu

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan akan terus mempersempit ruang gerak bagi pelaku judi online.


Akhir Politik Jokowi di PDIP

1 hari lalu

Akhir Politik Jokowi di PDIP

Kiprah politik Joko Widodo atau Jokowi di PDI Perjuangan sudah tamat. Mantan Wali Kota Solo itu butuh dukungan partai politik baru.


Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

1 hari lalu

Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Albertina Ho, dan Ketua Dewas KPK, Tumpak Panggabean, membacakan putusan tiga terperiksa kasus pungli rutan KPK atas nama Ristanta, Sofian Hadi, dan Achmad Fauzi di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 27 Maret 2024. Ketiga terperiksa mangkir dari persidangan dengan alasan sakit. TEMPO/Han Revanda Putra.
Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK