TEMPO.CO, Jakarta - Politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus meminta Komisi Pemilihan Umum atau KPU memberi penjelasan atas adanya perintah ke aparat penyelenggara pemilu di daerah untuk menghentikan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Deddy menduga adanya upaya tersistematis mengakali suara hasil pemilu, demi jatah kursi Ketua DPR periode 2024-2029, dan atau demi meloloskan salah satu parpol tertentu pesanan penguasa ke Parlemen.
“Ada informasi di daerah, KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, yang mana itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan komisi II DPR,” kata caleg Dapil Kalimantan Utara atau Kaltara itu melalui keterangan tertulisnya, Ahad, 18 Februari 2024.
Menurut dia, penghentian proses rekapitulasi sah saja dilakukan oleh KPU, namun syaratnya dalam kondisi force majeure, seperti kejadian gempa bumi atau kerusuhan massa. Deddy mengatakan, jika alasannya force majeure memang benar adanya, seharusnya penghentian proses rekapitulasi hanya dilakukan di daerah terdampak.
“Kami dapat informasi alasannya penghentian adalah karena sistem Sirekap mengalami kendala di pembacaan data. Padahal Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual. Ini kok kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sebab itu, menurut Deddy, timbul kecurigaan publik dengan dugaan adanya motif tertentu dibalik penghentian itu. Yang pertama, kata dia, menyangkut persaingan ketat PDIP dengan Partai Golkar sebagai peraih kursi terbanyak di Pemilu, bahwa peraih kursi terbanyak akan mendapat jatah Ketua DPR.
“Kebetulan jumlah suara kedua partai itu berhimpitan. Memang dari jumlah suara, PDI Perjuangan teratas. Tapi terkait jumlah kursi, itu kaitannya dengan sebaran suara yang memperebutkan kursi. Ada peluang kecil Golkar bisa didorong mendapat jumlah kursi terbanyak. Itu dugaan pertama yang banyak dibahas di bawah,” ujarnya.
“Kedua adalah terkait dugaan bahwa ada salah satu parpol yang sebenarnya tidak lolos Parliamentary Threshold, hendak dipaksakan lolos ke parlemen. Partai ini disebut-sebut masih dekat dengan penguasa di Istana,” katanya melanjutkan.
Tempo telah berupaya meminta konfirmasi Komisioner KPU, baik Hasyim Asy’ari, August Mellaz, Idham Holik, hingga Betty Epsilon Idroos. Namun hingga berita ini diunggah komisioner tak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo.
Perihal Sirekap, sebelumnya Ketua KPU Hasyim Asy'ari pun mengakui menerima banyak pemberitahuan maupun unggahan di media sosial yang mempertanyakan hasil penghitungan suara sementara antara formulir C hasil pemilu (plano) dan tampilan perolehan suara di Sirekap.
"Banyak sekali kiriman melalui WhatsApp kepada kami maupun unggahan di media sosial, terutama tentang perbedaan antara formulir C hasil dan hasil Sirekap," kata Hasyim kepada wartawan di Media Center KPU, Kamis, 15 Februari 2024.
Hasyim menjelaskan, hasil penghitungan suara itu difoto petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS. Foto itu, kata Hasyim, menggunakan fitur Sirekap dan diunggah melalui aplikasi tersebut. Di situ ada sistem yang digunakan untuk mengkonversi kertas plano yang difoto itu.
Pilihan Editor: Kisruh Sirekap, Cyberity Temukan Server Cloud Berada di Cina