TEMPO.CO, Jakarta - Secara umum, serangan fajar merupakan sebuah istilah lain dari politik uang yang dilakukan biasanya menjelang hari pemungutan suara, termasuk Pilpres 2024. Merujuk pada Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.
Bentuk-bentuk Serangan Fajar
Selain menggunakan uang tunai, serangan fajar juga dapat berupa paket sembako, voucher pulsa, atau bensin, serta fasilitas lainnya yang memiliki nilai ekonomis, yang melampaui ketentuan bahan kampanye yang diizinkan menurut PKPU Nomor 8 Tahun 2018 Pasal 30 ayat 2 dan 6.
Menurut Pasal 30 ayat 2, disebutkan bahwa Bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur/leaflet, pamphlet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan atau alat tulis. Sedangkan dalam Pasal 30 ayat 6 disebutkan bahwa Setiap bahan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp 60.000.
Di Indonesia, terdapat tiga bentuk serangan fajar yang paling umum ditemui, antara lain
1. Uang
Uang tunai merupakan bentuk serangan fajar yang paling umum terjadi. Tim sukses calon seringkali membagikan amplop berisi uang kepada pemilih dengan nominal yang bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga ratusan ribu. Kelebihan uang sebagai bentuk serangan fajar adalah mudah dibawa dan dapat diberikan secara sembunyi-sembunyi, sehingga sulit untuk dideteksi selama pemilihan.
2. Sembako
Selain uang, serangan fajar juga seringkali berbentuk bantuan sembilan bahan pokok (sembako) yang diberikan oleh pihak partai menjelang Pemilu. Sembako ini dapat berupa beras, minyak, gula pasir, dan sebagainya. Dalam kemasan sembako yang diberikan, seringkali diselipkan kertas atau brosur yang berisi gambar calon yang bersangkutan, sebagai upaya untuk mempengaruhi penerima sembako agar memilihnya.
3. Barang Rumah Tangga
Selain uang dan sembako, serangan fajar juga dapat berupa barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti sabun cuci piring, sabun mandi, dan lain sebagainya. Tim sukses biasanya menyelipkan identitas calon dalam bungkusan barang yang dibagikan sebagai upaya untuk memperkuat pesan politiknya.
Apa ancaman sanksi dari serangan fajar?
Kandidat atau tim kampanye yang melakukan serangan fajar dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal 523 ayat 1, 2, dan 3 menetapkan bahwa sanksi pidana diberlakukan terhadap siapa pun yang memberikan uang atau imbalan lain kepada pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai peserta, pelaksana, maupun tim kampanye. Konsekuensi hukuman pidana berbeda tergantung pada waktu pemberian serangan fajar:
- Selama masa kampanye, pelanggar dapat dihukum dengan penjara maksimal dua tahun dan denda hingga Rp24 juta.
- Selama masa tenang, hukuman yang mungkin adalah penjara maksimal empat tahun dan denda hingga Rp48 juta.
- Pada hari pemungutan suara, hukuman dapat mencakup penjara selama tiga tahun dan denda hingga Rp36 juta.
Selain ancaman pidana penjara dan denda, Undang-Undang juga menyatakan ketentuan mengenai diskualifikasi bagi peserta pemilu yang terlibat dalam serangan fajar. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 286.
Pasal 285 huruf (a) dan huruf (b), serta Pasal 286 ayat 2, mengatur bahwa jika ada pelanggaran yang terbukti dan telah ada keputusan hukum tetap, calon atau pasangan calon dapat dihapus dari daftar peserta pemilu.
KPK.GO.ID
Pilihan editor: Bawaslu Bakal Patroli Antisipasi Serangan Fajar