TEMPO.CO, Solo - Fitri Nganthi Wani, anak Wiji Thukul, penyair dan aktivis hak asasi manusia (HAM) asal Kota Solo yang menjadi korban penculikan saat reformasi 1998, hadir di gelaran Hajatan Rakyat Ganjar-Mahfud di Benteng Vastenburg Solo, Jawa Tengah, Sabtu, 10 Februari 2024. Wani berada satu panggung dengan seniman dan budayawan asal Yogyakarta, Butet Kertaredjasa.
Dalam kesempatan itu, Wani, sapaan karibnya, menagih janji Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menemukan ayahnya. Wani yang tampil membacakan salah satu puisi karya Sang Ayah, mengawali penampilannya dengan ucapan terima kasih karena telah diundang untuk hadir dalam kampanye terakhir Ganjar-Mahfud itu. Selain itu, dalam kesempatan ini bisa bertemu langsung dengan Ganjar dan Mahfud.
“Tentu saja saya akan mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan untuk saya bisa bebicara di depan banyak orang tentang kasus penghilangan paksa yang menimpa Bapak Wiji Thukul yang sampai sekarang belum juga beres,” ujar Wani.
Wani mengatakan keberadaan maupun nasib Wiji Thukul belum diketahui hingga ibunya, atau istri Wiji Thukul, Siti Dyah Sujirah atau Sipon, meninggal pada Januari 2023. Padahal, menurut Wani, Presiden Jokowi pernah berjanji kepada ibunya jika Wiji Thukul harus ditemukan.
“Tapi sampai sekarang kami masih mengingat janji yang pernah diucapkan Pak Presiden Jokowi perihal Widji Thukul harus ketemu. Kasus Wiji Thukul harus selesai, Wiji Thukul harus bisa ditemukan hidup ataupun mati,” kata Wani.
Wani menjelaskan janji Presiden Jokowi itu bahkan disampaikan dalam momentum wawancara dengan wartawan. Saat itu, menurut dia, Presiden Jokowi ditanya terkait kedekatannya dengan keluarga Wiji Thukul.
“Beliau (Jokowi) menjawab 'Istrinya kawan baik saya, anak-anaknya adalah kawan baik saya. Tentu saja kasus Wiji Thukul harus diselesaikan. Wiji Thukul harus ketemu hidup atau mati',” kata Wani.
Kemudian Wani dan Butet secara bergantian membacakan puisi karya Wiji Thukul, yakni berjudul Peringatan dan Sajak Suara.
Butet juga sempat menyampaikan orasinya yang menyinggung tentang nasib penyair Wiji Thukul yang menjadi korban penculikan. “Dari Solo lahir seorang penyair besar yang menjadi martir lahirnya demokrasi di Indonesia, sahabatku Wiji Thukul,” kata Butet.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyebut bahwa pelaku penculikan korban 98 itu dilakukan salah satu capres. “Wiji Thukul yang diculik, jadi yang menculik mencapreskan,” ucap Butet yang disambut riuh teriakan para pendukung Ganjar-Mahfud.
Butet juga menyebutkan bahwa hingga hari ini tidak diketahui kabar soal nasib penyair asal Solo. Bahkan hingga istrinya Sipon meninggal juga belum diketahui keberadaan Wiji Thukul.
“Sampai hari ini kita tidak tahu di mana kuburnya kalau memang sudah meninggal. Bagaimana nasibnya kita tidak tahu,” kata Butet.
Pilihan Editor: Slank dan Deretan Penyanyi Dangdut Meriahkan Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud di Semarang