TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM menilai penyelenggaraan negara masih diskriminatif terhadap kelompok minoritas dan rentan seperti perempuan. Kelompok ini mengatakan pemerintahan selanjutnya perlu lebih memperhatikan kepentingan perempuan, setelah tata demokrasi yang berantakan di bawah Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Kami punya concern – saat demokrasi dikacaubalaukan dengan pembatasan ekspresi dan menyampaikan aspirasi. Itu juga akan berdampak pada perempuan,” kata perwakilan Koalisi Perempuan, Mike Verawati saat ditemui di depan Patung Kuda, Kompleks Monumen Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat, 9 Februari 2024.
Di depan Tugu Kuda, Koalisi Perempuan menggelar aksi untuk mendesak Jokowi menghentikan penyalahgunaan kekuasaan dalam Pemilu 2024. Mimbar demokrasi perempuan ini seharusnya dilaksanakan di Taman Aspirasi – depan Istana Merdeka. Namun aparat kepolisian meminta peserta aksi menggeser unjuk rasanya.
Mimbar Demokrasi tersebut diisi pembacaan orasi, puisi, dan lagu. 54 kelompok termasuk Institut KAPAL Perempuan dan Emancipate Indonesia serta 500 individu ada dalam koalisi ini. Namun, kata panitia, yang hadir di lapangan ada sekitar 100-an orang.
Ada lima poin yang akan diucapkan Koalisi Perempuan pada aksi hari ini. Pertama, menolak ketidaknetralan presiden. Kedua, menolak penyalahgunaan kekuasaan presiden. Ketiga, menolak keberpihakan presiden pada pasangan calon/ paslon yang memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat masa lalu.
Keempat, menolak pajak rakyat digunakan untuk kepentingan politik partisan melalui pembagian bantuan sosial/ bansos sebagai wajah baru penyalahgunaan kekuasaan. Kelima menagih sumpah, nilai-nilai, seluruh janji penegakan demokrasi dan HAM.
Mike mengatakan, Pemerintah Jokowi belum menempatkan kepentingan seluruh warga bangsanya secara inklusi termasuk pada perempuan. Ia mengharapkan, jangan sampai kesempatan perempuan akan tertutup lagi karena kesewenangan penguasa.
“Perempuan akan susah mengakses (proses demokrasi) karena kita punya pemimpin yang tidak punya perspektif gender,” kata Mike.
Aksi koalisi perempuan terjadi di tengah glombang kritis terhadap pemerintah Jokowi dalam beberapa waktu ini. Sejumlah guru besar hingga kelompok sipil sudah menyuarakan kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan presiden menjelang pemilu. Mereka mengkhawatirkan keberpihakan presiden pada putranya yang ikut pilpres, Gibran Rakabuming Raka – Cawapres Prabowo Subianto.
Menanggapi sejumlah aksi kritis terhadap Jokowi, Istana kerap mengklaim kebebasan pendapat harus dihormati. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut kritik merupakan vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi.
Namun, Ari juga menyoroti ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. “Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik,” katanya dalam pesan singkat pada Jumat, 2 Februari 2024.
Pilihan Editor: Kericuhan Massa Terjadi Saat Megawati Pidato di Hajatan Rakyat Ganjar-Mahfud