TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menjatuhkan sanksi kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan anggotanya karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari,” kata Heddy Lugito saat membaca putusan di Gedung DKPP pada Senin, 5 Februari 2024 yang disiarkan langsung di YouTube DKPP.
Siapakah sosok Ketua DKPP Heddy Lugito ini?
Heddy Lugito merupakan jurnalis yang kini menduduki jabatan sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu alias DKPP. Dinukil dari Dkpp.go.id, pria kelahiran Boyolali, 5 Juli 1960 ini mengawali karier sebagai ‘kuli tinta’ di Majalah Tempo pada 1987 hingga 1994 sebelum kemudian boyong ke Gatra.
Kala itu Majalah Tempo dibredel oleh pemerintah Orde Baru. Ada dua opsi dari rezim Presiden Soeharto yang ditawarkan kepada insan Tempo kala itu: buyar atau ikut media pengganti buatan otoritas, Gatra, tersebut. Sebagian wartawan Tempo memilih berlabuh ke Gatra untuk melanjutkan karier, termasuk Heddy Lugito.
Keputusan jebolan Fakultas Satra, Universitas Diponegoro Semarang ini, walau mungkin tak disenangi rekannya di Majalah Tempo, berbuah manis. Di Gatra kariernya terbilang moncer. Sejumlah posisi pun pernah diembannya, mulai dari Staf Redaksi (1994 – 1996), Redaktur (1996 – 1999), Redaktur Pelaksana (1999 – 2002), hingga Redaktur Eksekutif (2002 – 2006).
Ayah dua anak ini juga pernah dipercaya sebagai Wakil Pemimpin Redaksi (2006 – 2012), Pemimpin Redaksi Majalah Gatra, Gatranews.com, dan Majalah CARS (2012 – 2016). Lalu, pada 2011 – 2016, dia jadi Direktur Pemberitaan PT Era Media Informasi (Gatra Media Grup), sebelum kemudian diangkat sebagai Pemimpin Umum Majalah Gatra dari 2016 – 2019.
Heddy juga aktif di berbagai organisasi atau serikat media. Tercatat sejak 2009 hingga 2017 ia menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat dan sebagai Sekjen Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) Indonesia pada 2014 hingga 2018. Kemudian sejak 2021 sampai sekarang, dia diamanahi sebagai Anggota Dewan Penasihat Forum Pemred Indonesia.
Di luar aktivitasnya sebagai insan pers, Heddy pernah menjabat sebagai Komisaris di beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), antara lain sebagai Komisaris PT Pelindo 3 (Persero) pada 2015-2019. Saat itu, ia langsung mengundurkan diri sebagai Pemimpin Redaksi Gatra, sepekan setelah diangkat sebagai Komisaris PT Pelindo 3. Alasannya, agar independesi pemberitaan Gatra tetap terjaga.
Pada 2021, Heddy dipercaya sebagai Komisaris Independen PT Pertani (Persero). Kemudian sebagai Komisaris Independen PT Sang Hyang Seri (Persero). Tetapi, dua hari setelah ditetapkan sebagai Ketua DKPP, Heddy memutuskan mundur sebagai Komisaris PT Sang Hyang Seri. Hal itu sbagai bentuk komitmennya menjaga muruah DKPP dan demokrasi yang bermartabat.
Adapun Heddy Lugito dilantik sebagai Anggota DKPP RI dari Unsur Masyarakat periode 2022 – 2027 di Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Rabu, 7 September 2022. Selanjutnya secara aklamasi, Heddy terpilih dan ditetapkan sebagai Ketua DKPP. Kata Heddy, menjadi penyelenggara Pemilu bukan pekerjaan mudah. Selain taat hukum, juga terikat etika.
“Menjadi penyelenggara itu bukan pekerjaan mudah, soal salah ngomong saja bisa diadukan ke DKPP. Bahkan penyelenggara itu tidak boleh rangkap jabatan, apakah itu yayasan sampai DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) pun enggak boleh,” ungkap Heddy dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Divisi Hukum Polri Tahun Anggaran 2023 di Bali, pada Rabu, 1 Maret 2023.
Sebelumnya, KPU dilaporkan oleh sejumlah pihak karena diduga melakukan pembiaran terhadap Gibran Rakabuming Raka untuk mengikuti proses pencalonan sebagai kandidat wakil presiden tanpa mematuhi peraturan yang berlaku. Padahal saat itu peraturan KPU masih mengharuskan calon memiliki usia minimal 40 tahun.
Adapun empat laporan yang diajukan antara lain laporan Demas Brian Wicaksono dalam perkara bernomor Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Dalam putusan kasus ini, DKPP menilai ketua KPU dan anggota KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu. KPU dinilai salah karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres pada 25 Oktober 2023. Yang mana peraturan KPU belum menerapkan keputusan Mahkamah Konstitusi setelah putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Lebih lanjut, menurut para pelapor, Hasyim dan anggota KPU disebut tidak melakukan revisi peraturan setelah putusan MK yang membolehkan kandidat usia minimal 45 tahun tersebut. Perubahan persyaratan usia calon baru dilakukan oleh KPU setelah proses pendaftaran Gibran dimulai dan proses pencalonan Gibran tetap diakui sah.
Selain Hasyim, enam anggota KPU lainnya yang disanksi antara lain Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Atas putusan yang telah ditetapkan, DKPP menginstruksikan KPU untuk melaksanakan keputusan tersebut.
“Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | RIZKY DEWI AYU | ANDIKA DWI
Pilihan Editor: DKPP Putuskan Ketua KPU dan Jajaran Langgar Kode Etik: Ini Tugas, Wewenang dan Kewajiban DKPP