TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden Mahfud Md. menyinggung Aksi Kamisan yang sudah 17 tahun dilakukan kelompok masyarakat sipil setiap Kamis sore di depan Istana Negara dan beberapa kota di Indonesia saat dirinya berkampanye di Lampung, pada Kamis, 25 Januari 2024. Dalam forum bertajuk Tabrak, Prof! itu Mahfud menyampaikan perkembangan yang sudah dilakukan pemerintah atas Aksi Kamisan itu.
Mahfud menyebut, dalam menegakkan hukum harus disertakan bukti-bukti dan tidak berdasarkan asumsi. Menurut Mahfud, tidak boleh ada hukuman terhadap seseorang tanpa ada bukti yang kuat.
"Prinsipnya, dalam hukum pidana itu lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Itu harus ditegakkan," kata Mahfud, seperti dikutip dalam keterangan tertulis Sabtu 27 Januari 2024.
Pernyataan Mahfud itu menjawab pertanyaan dari Arifah, salah satu peserta dalam forum Tabrak, Prof! Kepada Mahfud, Arifah bertanya bagaimana sikapnya sebagai wakil presiden ketika menang dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2024 terhadap masa depan Aksi Kamisan.
"Saya mau tanya Pak, simpel saja Pak pertanyaan saya, apa yang akan Bapak lakukan ketika Bapak sudah menjadi Wakil Presiden terhadap Aksi Kamisan tersebut," kata Arifah.
Sementara itu, Mahfud mengatakan untuk orang tua dan korban penghilangan paksa atau pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu, pemerintah sudah melakukan penyelesaian. Dia menyebut satunya pemulihan hak-hak korban, bukan orang-orang yang diduga pelakunya.
Langkah itu, kata Mahfud, dengan membuat Komisi HAM di Perserikatan Bangsa Bangsa yang memuji Indonesia soal pemulihan hak-hak korban. Meski demikian, Mahfud menyebut untuk kasus hukum kepada pelaku pihaknya akan meneruskan pengusutan.
"Kita sudah menyatakan akan membicarakan dengan DPR secepatnya. Bahwa kasus-kasus yang kata Komnas HAM pelanggaran HAM berat, ini tidak bisa secara teknis berdasar hukum acara biasa dilakukan," kata Mahfud.
Sejarah Singkat Aksi Kamisan
Aksi Kamisan memasuki 17 tahun, pada 18 Januari 2024. Aksi peringatan diadakan di depan Istana Negara Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Aksi Kamisan merupakan gerakan masyarakat menuntut pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan.
Dikutip dari artikel dalam jurnal Aktivisme Gerakan Aksi Kamisan dalam Memperjuangkan Penyelesaian Hak Asasi Manusia, aksi ini diselenggarakan secara rutin tiap Kamis yang telah berlangsung sejak 18 Januari 2007.
Aksi Kamisan muncul sebagai bentuk protes para keluarga korban Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, dan pembunuhan aktivis Munir. Mereka Maria Katarina Sumarsih, Suciwati, Bedjo Untung tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) dan pencetus gerakan ini. Kala itu mereka mencari alternatif kegiatan sebagai wadah perjuangan. Dalam pertemuan disepakati penentuan hari, lokasi, waktu, pakaian, warna, dan simbol aksi.
Dikutip dari Sejarah Aksi Kamisan Jakarta: Gerakan Sosial Baru Tahun 2007-2021 pemilihan lokasi di depan Istana Presiden sebagai simbol pusat kekuasaan. Pakaian ditentukan berwarna hitam dan payung hitam sebagai maskot Aksi Kamisan.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak korban-korban pelanggaran HAM berat maka semakin banyak juga masyarakat yang bergabung dalam aksi kamisan tersebut. Tak hanya pelanggaran HAM masa lalu, Aksi Kamisan juga menuntut keadilan bagi korban pelanggaran HAM lainnya seperti konflik penggusuran lahan dan tindakan kekerasan aparat kepada masyarakat sipil.
Pilihan Editor: Akun X Aksi Kamisan Sempat Hilang, Aktivis 98 Prihatin Kondisi Demokrasi Indonesia