TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal presiden boleh kampanye dan memihak dalam Pemilu 2024 menuai polemik sekaligus kritik dari berbagai pihak. Lantas, seperti apakah tanggapan dari para pihak tersebut?
1. Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah
Herdiansyah mengatakan presiden dan menteri boleh berpihak dalam pemilu. Asalkan, kata dia, telah mengambil cuti untuk kampanye. “Ini disebutkan secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 299 UU 7/2017 tentang Pemilu,” ujar dia saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.
Tak hanya sampai di situ, dia mengatakan aturan kampanye pun dibatasi, yakni diharuskannya cuti di luar tanggungan negara, tidak menggunakan fasilitas negara, dan memperhatikan keberlangsungan penyelenggaraan negara dan pemerintah daerah. “Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 281 UU 7/2017 itu,” tutur dia.
2. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo-Gibran, Ali Masykur Musa
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Ali Masykur Musa, mengamini Presiden Jokowi yang menyatakan presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak dalam pemilu. Menurut dia, presiden dan menteri memang boleh berkampanye selama mengikuti aturan, antara lain cuti.
Ali mengatakan, dukung-mendukung merupakan hak politik warga negara. “Termasuk para menteri punya hak mendukung pasangan capres tertentu,” ujar mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK itu melalui sambungan telepon, Rabu, 24 Januari 2024.
3. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik
Idham mengatakan bahwa UU Pemilu memperbolehkan presiden dan menteri untuk ikut berkampanye. “UU Pemilu khususnya pasal 281 ayat 1 memperbolehkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati wakil bupati, wali kota dan wakil walikota ikut dalam kegiatan kampanye,” kata Idham di Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024.
Kendati demikian, aturan itu melarang presiden dan menteri menggunakan fasilitas negara. Selain itu, dia menuturkan presiden dan menteri juga wajib untuk cuti jika akan berkampanye. “Norma tersebut mengatur dengan persyaratan kondisional. Sebagaimana diatur, di persyaratan tersebut tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya,” katanya.
4. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Ahmad Sahroni mengatakan pernyataan Jokowi yang menyebut presiden boleh kampanye dan memihak menjawab kebingungan masyarakat selama ini. Selama ini, kata Sahroni, publik dibuat bingung oleh netralitas pejabat publik dalam Pemilu 2024. Sahroni mengaku mengapresiasi kejujuran Jokowi menyampaikan hal tersebut.
“Saya mengapresiasi kejujuran presiden dalam mengungkapkan hal ini di mana presiden dan para menteri boleh berpihak dalam Pemilu 2024 ini. Sudah clear berarti ya. Baguslah, karena selama ini publik dibuat bingung oleh sikap presiden dan para menteri,” ujar Sahroni pada Rabu, 24 Januari 2024.
5. Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati
Khoirunnisa Agustyati mengkritik pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Ia menyebut pernyataan itu berpotensi menjadi pembenar bagi presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan dalam Pemilu 2024. Hal ini juga berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan.
“Kami mendesak Presiden Jokowi menarik pernyataan bahwa presiden dan menteri boleh berpihak,” kata Khoirunnisa Agustyati melalui keterangan tertulis, Rabu, 24 Januari 2024
6. Pengamat politik Ujang Komarudin
Ujang Komarudin menyoroti status kenegarawanan Presiden Jokowi atas pernyataan mengenai keberpihakan presiden dalam pemilu. Walau mendapat respons kritis dari publik, celah aturan yang memungkinkan presiden berpihak dan berkampanye dalam kontestasi politik dianggap menjadi alasan Jokowi terang-terangan menunjukkan dukungan ke salah satu kandidat.
“Yang harus jadi perhatian presiden adalah jiwa negarawan. Kalau berjiwa negarawan, kepentingan untuk masyarakat, bangsa, dan negara bukan dukung-mendukung,” kata Ujang, dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia saat dihubungi pada Rabu, 24 Januari 2024.
7. Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati
“Presiden kerap sampaikan tidak akan cawe-cawe untuk Pemilu 2024. Namun hanya sekadar di mulut tidak diejawantahkan dalam bentuk tindakan,” kata Neni, dalam keterangan tertulis di aplikasi perpesanan, Rabu, 24 Januari 2024.
Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah ini menyatakan dirinya tak bisa menjamin Jokowi akan netral. Ia khawatir segala sumber daya kekuasaan, anggaran, dan program saat ini, digunakan memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Gibran merupakan calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. “Abuse of power in election benar-benar terasa. Apalagi presiden punya kekuatan dan kekuasaan yang demikian besar,” katanya.
DANIEL A. FAJRI | HAN REVANDA PUTRA | DEVY ERNIS | IKHSAN RELIUBUN
Pilihan Editor: Sebelum Sebut Presiden Boleh Memihak, Jokowi Pernah Akui Tak Netral