TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengkonfirmasi penangkapan Palti Hutabarat, seorang penggiat media sosial. Penangkapan itu dilakukan atas dugaan menyebarkan berita bohong melalui platform sosialnya.
Kombes Trunoyudo menyatakan bahwa penangkapan tersebut terjadi pada Jumat, 19 Januari 2024, di Jalan Swadaya, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri, sekitar pukul 03.44 pagi.
"Kami sampaikan bahwa benar saudara PH telah ditangkap oleh Dittipidsiber Polri pada pagi sekitar pukul 03.44 pagi," kata Trunoyudo.
Trunoyudo menjelaskan bahwa penangkapan Palti Hutabarat didasari oleh dua laporan yang diterima, yaitu dari Amru Riandi Siregar kepada Polisi Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) dan laporan dari Muhammad Wildan kepada Bareskrim Mabes Polri.
Saat ini, penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap Palti terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah mengalami perubahan dengan UU Nomor 1 Tahun 2024.
Trunoyudo menjelaskan bahwa Palti Hutabarat diduga melanggar beberapa pasal dalam UU ITE, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun. Motif penangkapan masih dalam tahap penyelidikan, dan Trunoyudo menyebut bahwa Bareskrim sedang memeriksa lebih lanjut terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan Palti.
Penangkapan Palti Hutabarat telah menjadi sorotan di media sosial, dan dugaan penyebabnya terkait unggahan Palti yang menyebarkan percakapan pejabat yang diduga mengarahkan dukungan kepada pasangan calon tertentu dalam Pilpres 2024.
Penangkapan tersebut direspons oleh sejumlah pihak. Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menyatakan bahwa siap memberikan dukungan hukum kepada Palti Hutabarat yang dituduh menyebarkan berita palsu melalui platform sosialnya.
TPN Ganjar-Mahfud mengajukan permohonan kepada aparat kepolisian agar tidak menahan Palti. "TPN memohon agar kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap Palti Hutabarat. Jika ada proses hukum yang diterapkan, seharusnya itu merupakan proses hukum perdata, bukan pidana," ujar Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, di Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Selain TPN Ganjar-Mahfud, Pengamat Kepolisian di Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritik penangkapan terhadap aktivis media sosial Palti Hutabarat.
Menurut Bambang, hal itu merupakan tindakan arogansi dan tindakan sewenang-wenang dari pihak kepolisian. Palti dikenal sebagai individu yang membagikan percakapan yang diduga mencakup usaha Kepala Desa di Batubara, Sumatera Utara, untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu dalam Pilpres 2024.
"Daripada melakukan penyelidikan terhadap substansi permasalahan terkait pelanggaran aturan Pemilu, terutama netralitas aparat, Polri justru memilih untuk menangkap warga yang menyampaikan informasi terkait indikasi pelanggaran Pemilu," ujar Bambang dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta pada Jumat, 19 Januari 2024.
ANANDA BINTANG I ADIL AL HASAN I YUNI ROHMAWATI
Pilihan Editor: Guru Besar Unair Nilai Penangkapan Palti Hutabarat Keliru