TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Budiman Sudjatmiko mengaku butuh waktu lama untuk menunggu PDIP untuk menjawab tantangan global yang sedang dihadapi Indonesia sebelum memutuskan mendukung Prabowo-Gibran. Menurut Budiman, dirinya menunggu sejak pandemi covid-19, perang Rusia-Ukraina, dan Revolusi Teknologi untuk menentukan dukungan kepada calon presiden dalam Pilpres 2024.
“Partai yang saya ikuti 19 tahun, yang kampanyenya sudah saya ikuti sejak kelas 6 SD, PDIP, saya berharap tadinya partai saya akan menjawab pergeseran geopolitik, pergeseran geostrategi, pergeseran geoekonomi, toh ini juga akan melanjutkan, ternyata gagal mengambil kesempatan sejarah,” kata Budiman Sudjatmiko dalam diskusi Spirit Perjuangan Pilpres Sekali Putaran di Sekber Relawan Prabowo-Gibran, Palmerah, Jakarta Barat, pada Kamis, 4 Januari 2024.
Menurut Budiman, pihaknya bisa mentoleransi kalau Indonesia melambat, tetapi tidak jika berhenti. “Tapi saya tidak bisa tolerir ketika dalam perjalanan berhenti. ini akan kehilangan momentum,” kata Budiman.
Budiman Sudjatmiko pernah memantik perhatian karena dirinya mendukung calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto pada Agustus 2023. Beberapa hari kemudian, PDIP memecat pria 53 tahun itu. Partai banteng moncong putih itu menilai Budiman membelot karena tak mendukung Ganjar Pranowo yang diusung partai itu.
Budiman yang juga salah satu aktivis 1998 itu bercerita pernah berdiskusi degan koleganya di Partai Rakyat Demokratik atau PRD Raharjo Waluyo Jati pada tiga tahun lalu soal agenda reformasi yang dia usung. Menurut Budiman, setiap ada pemilihan umum atau Pemilu agenda reformasi yang dia perjuangan bersama koleganya selalu dibahas. Namun, pihaknya merasa kurang dilibatkan.
“Kita berdarah, kita diculik, karena kita punya cita-cita masa depan. Nah sekarang ketika setelah demokrasi setiap lima tahun bangsa ini lagi ngomongin masa depan. Padahal kita yang sudah mikirkan masa depan sebelum orang itu mikir masa depan, tidak pernah diajak ngomongin masa depan. Kisah kita saja tentang masa lalu yang selalu menjadi omongan. ayo, Bung, suatu saat kamu ngomong,” kata Budiman menirukan pesan Raharjo.