TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Police Watch atau IPW menyampaikan catatan akhir tahun 2023 kepada Polri. Lembaga pengamat Polri itu menilai polisi harus berkomitmen mewujudkan sikap profesional dan adil sesuai amanah tugas pokok kepolisian, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Kepuasan publik yang meningkat terhadap Polri di akhir 2023 berdasarkan hasil survei dari Litbang Kompas, Indopol, LSI, dan Indikator harus dipertahankan pada 2024,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, di Kantor IPW, Rawamangun, Jakarta Timur pada Ahad, 31 Desember 2023.
Menurut dia, setiap anggota Polri wajib menjaga sumpah jabatannya. Juga, setiap pimpinan di satuan kerja mana pun harus selalu mengingatkan bawahannya untuk tak menyimpang dari kode etik Polri. Hal itu sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Polri.
Menurut Sugeng, ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam "memotong kepala ikan yang busuk" sangat diperlukan dan dinantikan oleh masyarakat. Sebab, dengan cara seperti itu, maka perubahan kultural di lembaga Polri bisa dibenahi sehingga reformasi Polri akan berhasil.
Survei Kepuasan Publik oleh Litbang Kompas yang menembus angka 87 persen terkorelasi dengan catatan IPW di mana pengaduan masyatakat pada IPW menurun dari tahun sebelumnya. Tahun 2022 pengaduan masyarakat pada IPW mencapai 127 pengaduan, namun sepanjang 2023 ini pengaduan masyarakat pada IPW hanya 79 aduan.
Kendati demikian, Sugeng menuturkan ada catatan-catatan kritis juga yang perlu menjadi perhatian seperti fenomena no viral no justice masih terjadi. “Artinya, bila diviralkan maka respons atau atensi pimpinan Polri menjadi lebih cepat atas aduan masyarakat yang viral tersebut. Ini menjadi sorotan karena adanya respon yang lambat, bahkan ketika permasalahan yang diadukan sudah selesai, respon itu baru muncul,” ujarnya.
IPW juga mencatat, masyarakat sulit mendapatkan keadilan dalam proses hukum di Polri dan seringkali menjadi korban ketidakadilan karena penggunaan proses hukum yang berpihak. “Ini didesain menggunakan hukum formal pada kasus-kasus saat anggota masyarakat berhadapan dengan pemilik modal dan atau memiliki akses dengan kekuasaan, termasuk di dalamnya akses pada pimpinan Polri di tingkat wilayah bahkan di tingkat pusat,” ujar Sugeng.
Ia mengatakan, ada pula ekses-ekses penggunaan kekuasaan dan kekerasan oleh Polri dalam kasus-kasus perihal konflik-konflik masyarakat dengan pemilik modal dalam ranah investasi. Masyarakat selalu dalam posisi yang lemah dan kalah serta tak mendapatkan pengayoman. “Oleh sebab itu, di tahun 2024 kelemahan ini harus dieliminir. Sekali lagi, setiap anggota Polri harus menjaganya sesuai Tribrata dan Catur Prasetya,” ujarnya.
Pilihan Editor: TNI akan Beri Sanksi Prajurit Terduga Pelaku Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud