Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Soe Hok Gie Ikon Idealisme Aktivis Mahasiswa Meninggal di Gunung Semeru 54 Tahun Lalu

image-gnews
Soe Hok Gie. (net)
Soe Hok Gie. (net)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Soe Hok Gie, sosok aktivis mahasiswa yang namanya dikenal mulai akhir masa pemerintahan Orde Lama hingga masa pemerintahan Orde Baru. Aktivis mahasiswa keturunan Tionghoa tersebut merupakan mahasiswa yang menempuh pendidikan kuliahnya di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia (UI) pada kurun waktu mulai dari 1962 hingga 1969.

Soe Hok Gie lahir pada 17 Desember 1942 di Jakarta dari seorang ayah bernama Soe Lie Pit dan seorang ibu yang bernama Nio Hoe An. Sejak kecil, Gie, panggilan akrabnya, memang telah dekat dengan dunia sastra, darah sastranya mengalir dari sang ayah yang merupakan seorang novelis dan ditambah kegemaran Gie kecil berkunjung ke perpustakaan.

Sebelum menempuh pendidikan tingginya di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Gie sempat menempuh pendidikan SMA-nya di SMA Kolese Kanisius. Setelah lulus SMA, Gie melanjutkan pendidikannya di UI dan menjadi mahasiswa kritis yang memiliki kritikan tajam yang sering kali dilayangkan kepada pemerintah Orde Lama maupun Orde Baru, kawan mahasiswanya yang duduk di parlemen pun tidak luput dari kritikan Gie.

“Bergabunglah dengan partai politik kalau mau berpolitik, jangan mencatut nama mahasiswa,” ujar Gie dalam suatu artikel berjudul “Setelah Tiga Tahun” yang termaktub dalam kumpulan tulisannya berjudul Zaman Peralihan.

Gie juga dikenal sebagai sosok yang gemar mendaki gunung, bahkan seperti dilansir dari Tesis yang ditulis oleh John R. Maxwell dengan judul “Soe Hok Gie: A Biography of a Young Indonesian Intellectual”, kegemaran Gie mendaki gunung dengan teman-temannya merupakan cikal bakal terbentuknya Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia. Namun demikian, kecintaan Gie dengan gunung merupakan cara Gie meninggal dunia nantinya.

Detik-detik Meninggal

Soe Hok Gie meninggal pada 16 Desember 1969 di kawasan puncak Gunung Semeru, Jawa Timur yang berada di ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Beberapa sumber menyebut, bahwa Gie meninggal karena menghirup gas beracun, tepat beberapa sebelum ia genap berusia 27 tahun.

Sebelumnya, masih dilansir dari tesis yang ditulis oleh John R. Maxwell yang bercerita tentang biografi Soe Hok Gie, pada 12 Desember 1969, Gie bersama dengan rombongannya, yang terdiri dari Aristides Katoppo, Herman Lantang, Abdurrachman, Anton Wijaya, Rudy Badil, Idham Dhanvantari Lubis, dan Freddy Lodewijk Lasut berangkat dari Stasiun Gambir dengan tujuan Stasiun Gubeng Surabaya.

Selama perjalanan, Gie banyak mengumbar pengetahuannya tentang sejarah masa kolonialisme di Jawa bersama dengan rombongannya. Selain itu, rombongan tersebut membawa buku kecil berjudul “Gids voor Bergtochten op Java” sebagai buku panduan pendakian Gunung Semeru. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah tiba di Stasiun Gubeng, rombongan pergi ke Kecamatan Tumpang menjelang kota Malang dan mendatangi Desa Kunci yang dilalui dengan mobil. Jelang subuh, mereka diajak beristirahat di rumah pimpinan Dukuh Gubuk Klalah, Binanjar, tetapi rombongan sempat terpisah dan kembali bertemu di tepaian Ranu Kumbolo. 

Pada Selasa, 16 Desember 1969, saat kondisi masih pagi setengah gelap, mereka berkemas untuk bersiap menuju puncak Gunung Semeru. Selasa siang, rombongan berhenti ke pelataran kaki Gunung Kepolo untuk orientasi jalan masuk ke Recopodo dan kemudian berhenti di pelataran agak mendatar yang berada di ketinggian 3.300 mdpl.

Tidak lama kemudian, hujan disertai angin bertiup kencang dan kabut tebal menerpa jalur pendakian Puncak Mahameru, mereka pun memulai pendakian ke puncak dengan formasi berpencar sambil membentangkan ponco sebagai alas tadah hujan. Kendati demikian, tidak hanya cuaca buruk yang menimpa, pada saat itu ada semburan gas yang menyemprotkan debu dan material vulkanik ke langit, setelah mencapai puncak dan menyaksikan letupan Kawah Jonggring Saloko yang berada di Puncak Mahameru, rombongan berdoa sejenak. 

Setelah turun, tiba-tiba Freddy Lasut yang merupakan anggota termuda datang dan berteriak jika Idhan dan Gie mengalami kecelakaan, Tides yang paling senior meminta Freddy dan Herman untuk kembali ke atas. Namun demikian, Herman mengatakan bahwa Gie dan Idhan meninggal, sebelum meninggal keduanya mengalami kejang-kejang, keduanya dinyatakan meninggal pada Selasa sore.

Jenazah keduanya diletakkan di puncak tertinggi pulau Jawa tersebut selama hampir seminggu, hingga pada 22 Desember, 1969, rombongan menjemput jenazah Gie dan Idhan yang berada di puncak Semeru. Saat ditemukan, jenazah keduanya masih bagus dan tidak ada bekas gangguan apapun.

RENO EZA MAHENDRA  | GERIN RIO PRANATA | M RIZQI AKBAR

Pilihan Editor: Hari-hari Terakhir Soe Hok Gie di Puncak Gunung Semeru, Tak Sempat Rayakan Ulang Tahun ke-27

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Bamsoet Dukung UI Racing Team Berlaga di Formula Student Czech 2024

2 hari lalu

Bamsoet Dukung UI Racing Team Berlaga di Formula Student Czech 2024

Bambang Soesatyo mendukung para mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam UI Racing Team ikut dalam kompetisi Formula Student Czech 2024


Universitas Indonesia Jaring Calon Mahasiswa Baru Melalui UI Open Days 2024

2 hari lalu

Logo Universitas Indonesia. TEMPO, Savero Aristia Wienanto.
Universitas Indonesia Jaring Calon Mahasiswa Baru Melalui UI Open Days 2024

Universitas Indonesia menggelar UI Open Days 27-28 April 2024 untuk menjaring calon mahasiswa baru.


Jurnal Internasional IJTech Milik FTUI Kembali ke Posisi Q1

4 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Jurnal Internasional IJTech Milik FTUI Kembali ke Posisi Q1

IJTech milik FTUI kembali menjadi jurnal terindeks kuartil tertinggi (Q1) berdasarkan pemeringkatan SJR yang dirilis pada April 2024


Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

5 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Penulisan jurnal ilmiah bagi dosen akan membantu menyumbang angka kredit dosen, meskipun tak wajib publikasi di jurnal Scopus.


Bagaimana Risiko Kehamilan pada Usia Terlalu Muda dan Terlalu Tua? Ini Penjelasan Wakil Dekan Kedokteran UI

6 hari lalu

Ilustrasi Kehamilan. TEMPO/Aditia Noviansyah
Bagaimana Risiko Kehamilan pada Usia Terlalu Muda dan Terlalu Tua? Ini Penjelasan Wakil Dekan Kedokteran UI

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UI memaparkan sejumlah risiko kehamilan di luar usia 20-35 tahun. Kondisi itu memerlukan antisipasi lebih dini.


Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

6 hari lalu

Presiden Joko Widodo beradu panco dengan anaknya Kaesang Pangarep. youtube.com
Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

Ketua Umum PSI yang juga putra Jokowi, Kaesang Pangarep usulkan pemilu selanjutnya dengan sistem proporsional tertutup karena marak politik uang.


Komunitas Budaya UI Bacakan Surat RA Kartini, Ide-ide Emansipasi Kembali Bergaung

6 hari lalu

Komunitas Bakul Budaya membacakan surat-surat R.A Kartini di Pelataran FIB UI, Depok, Sabtu, 20 April 2024. (Dok. Humas Bakul Budaya UI)
Komunitas Budaya UI Bacakan Surat RA Kartini, Ide-ide Emansipasi Kembali Bergaung

Menyambut Hari Kartini, komunitas Bakul Budaya FIB UI membacakan surat-surat bersejarah RA Kartini.


Longsor dan Banjir di Wilayah Gunung Semeru: 3 Tewas, 17 Jembatan Rusak, Akses Lumajang-Malang Terputus

7 hari lalu

Sejumlah warga melihat Jembatan Gondoruso di Kecamatan Pasirian yang terputus akibat banjir lahar dingin Gunung Semeru pada Jumat (19/4/2024). (ANTARA/VJ Hamka Agung Balya)
Longsor dan Banjir di Wilayah Gunung Semeru: 3 Tewas, 17 Jembatan Rusak, Akses Lumajang-Malang Terputus

Bencana banjir dan longsor yang dipicu intensitas hujan yang tinggi di wilayah Gunung Semeru menimbulkan korban jiwa dan merusak sejumlah fasilitas


49 Tahun TMII Gagasan Tien Soeharto, Pembangunannya Tuai Pro-kontra

7 hari lalu

Presiden Soeharto bersama istri Ny. Tien Soeharto saat mengunjungi Museum Pengamon di Berlin, Jerman, 1991. Dok.TEMPO.
49 Tahun TMII Gagasan Tien Soeharto, Pembangunannya Tuai Pro-kontra

Tie Soeharto menggagas dibangunnya TMII sebagai proyek mercusuar pemerintahan Soeharto. Proses pembangunannya menuai pro dan kontra.


Setidaknya 11 Jembatan di Lumajang Rusak Akibat Banjir Lahar Dingin Gunung Semeru

7 hari lalu

Pemerintah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Jumat (19/4), menetapkan masa tanggap darurat bencana hingga 2 Mei mengacu pada potensi cuaca buruk di kawasan lereng Gunung Semeru.
Setidaknya 11 Jembatan di Lumajang Rusak Akibat Banjir Lahar Dingin Gunung Semeru

Setidaknya ada 11 jembatan di Lumajang yang dilaporkan rusak akibat banjir lahar dingin Gunung Semeru.