TEMPO Interaktif, Sebatik: Sejumlah nelayan di Kampung Tanjung Aru, Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur mengharapkan pemerintah membangun menara sebagai batas negara. Selama ini mereka mengaku tak pernah tahu garis batas negara, sehingga menyulitkan mereka untuk melaut. "Kalau ada satu lagi menara seperti karang unarang di Sebatik, kami kan tak khawatir lagi," kata Masjidil, Ketua Kontak Nelayan dan Tani Andalan (KTNA) Sebatik.
Sebatik merupakan wilayah pulau yang dihuni oleh dua warga negara. Di wilayah darat, terdapat 18 patok batas yang bisa dijadikan patok batas negara. Tapi sangat berbeda jika dibandingkan dengan di lautan.
Akibat tidak adanya tanda-tanda batas negara yang dijadikan patok, nelayan yang membangun bagan di tengah laut mengaku sering mendapatkan teguran dari Police Marine (polisi laut) Malaysia.
Seperti yang dialami Bella, nelayan asal Tanjung Aru. Bagan yang dibangunnya sempat mendapat teguran dari polisi laut Malaysia. Polisi negara tetangga itu sempat naik ke bagannya untuk menegur Bella. "Polis Merin (POlice Marine) Malaysia itu naik ke bagan, dia menegur saya, ini masuk negara Malaysia," kata Bella dengan nada melayu menirukan teguran Polisi Laut Malayisa kepadanya. "Saya jawab, mana tahu saya kalau ini masuk Malaysia, saya bangun ini sudah dapat ijin," kata Bellla menjawab polisi tadi.
Ia mengaku hanya mendapatkan teguran dari polisi Malaysia. Setelah itu, polisi dengan kapal perang Malaysia itu meninggalkan bagan tempat Bella bekerja. Berbeda seperti perbatasan negara di Karang Unarang. Dengan dibangunnya menara suar, menurut Masjidil batas negara menjadi jelas. Sehinggan nelayan bisa mencari pembenaran ketika membangun bagan. "Kalau sekarang kan tidak, kami tak tahu sama sekalai mana batasnya," ujarnya.
FIRMAN HIDAYAT