TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden nomor urut satu, Anies Baswedan, melakukan dialog pers di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal ini merupakan serangkaian kampanye hari keempat di Pilpres 2024.
Kali ini, Anies tanpa didampingi cawapresnya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Dalam acara tersebut, Anies menyampaikan gagasannya soal panduan pemerintah pusat ke daerah. Ia mencontohkan soal panduan capaian indeks pembangunan manusia dengan menetapkan KPI (key performance indicator/indikator kinerja utama).
"Paling mendasar sekali kesehatan ibu dari mulai masa kehamilan sampai dengan usia tujuh tahun itu kalau tidak ada ukurannya. Ukurannya apa? Misalnya tentang program gizi untuk ibu hamil, gizi untuk anak baru lahir, itu semua harus ada semua programnya, harus ada berapa yang harus mendapatkan ini semua tak ada," ujar dia.
Dengan adanya panduan KPI tersebut, Anies tidak akan fokus terhadap apa yang harus dikerjakan, tapi yang harus dihasilkan/dicapai. "Karena biasanya kita membuat SOP, KPI apa yang harus dikerjakan, bukan apa yang harus dihasilkan. Tapi begitu harus dihasilkan caranya biar setiap wilayah mengerjakan bisnis sendiri," kata Anies
Kendati pemerintahan pusat menetapkan panduan, ia memastikan tidak bakal mencampuri otonomi daerah. Anies juga mengungkapkan gagasannya mengenai pemberantasan korupsi.
Ia berjanji tidak akan membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan Anies ketika ditanya mengenai isu yang sempat mencuat untuk pembubaran KPK. "Seperti saya sampaikan tadi badan ini masih harus ada walaupun sifatnya ad hoc, tapi ini ad hoc untuk bangsa," ujarnya.
Anies mengatakan peran KPK selama ini masih dibutuhkan Indonesia. Guna menguatkan pemberantasan korupsi, Anies mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Perampasan Aset atau RUU Perampasan Aset.
Anies mengatakan seseorang melakukan korupsi karena motif keserakahan. Motif inilah, menurut Anies, bisa dicegah dengan UU Perampasan Aset. "Konteks ini kami melihat penting sekali untuk menyegerakan penuntasan undang-undang perampasan aset, pemiskinan itu paling ditakuti oleh koruptor," kata dia.
Selama ini, kata Anies, korupsi masih marak terjadi karena tidak ada instrumen yang mendasar untuk mencegah terjadinya praktik korupsi. "Selama kita tidak punya instrumen untuk memiskinkan koruptor sudah bayangkan mengambil sekian ratus miliar dihukum sebenarnya 10 tahun 15 tahun, setelah pulang masih ada enggak yang diambil lalu? Masih ada," ujar dia.
"Itu kan seperti ngitung kerja aja 10 tahun dapat sel. Menurut saya itu harus ada perampasan aset itu karena kan masih diproses yang besar," sambung Anies.
Pilihan Editor: Timnas Anies-Muhaimin Bantah Mainkan Isu IKN untuk Tingkatkan Elektabilitas