TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional untuk enam pejuang. Penganugerahan itu berlangsung pada Jumat, 10 November 2023 yang bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional.
Salah seorang pejuang tersebut adalah Ida Dewa Agung Jambe dari Bali. Ida diberi gelar pahlawan nasional karena jasanya dalam perang Puputan Klungkung pada 1908.
Profil Ida Dewa Agung Jambe
Ida Dewa Agung Jambe adalah keturunan langsung dari pendiri Kerajaan Klungkung, yaitu Ida I Dewa Agung Jambe. Ida I mendirikan Kerajaan Klungkung pada 1686. Ida I merupakan keturunan dari Periode Gelgel dan dinasti Waturenggong
Ida Dewa Agung Jambe adalah raja Klungkung IX. Ia bergelar Dewa Agung Putera IV. Saat itu, Ida Jambe memimpin kerajaan dengan wilayah yang sangat sempit. Kerajaan lain di Bali sudah dikuasai Belanda, seperti Kerajaan Buleleng, Karangasem, Bangli, Gianyar, Badung, dan Tabanan. Sementara itu, daerah Sibang dan Abiansemal terpaksa dilepaskan oleh Dewa Agung karena diminta oleh Belanda.
Pada 1 April 1908, Ida Jambe terpaksa menandatangani surat perjanjian kerjasama yang merugikan Kerajaan Klungkung. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya memonopoli perdagangan candu di Klungkung, serta mendirikan kantor penjualan candu di pantai. Hal tersebut secara otomatis membuat Belanda menguasai perairan kerajaan Klungkung. Dominasi Belanda ini melahirkan gerakan rakyat yang menentang kebijakan-kebijakan Belanda.
Pada 13-16 April 1908, pasukan Belanda melakukan patroli keamanan di wilayah Klungkung. Hal tersebut memantik amarah dari rakyat dan Ida Jambe karena dianggap melanggar kedaulatan Kerajaan Klungkung. Rakyat yang marah kemudian menyerang pasukan Belanda yang sedang berpatroli. Penyerangan tersebut menewaskan 10 pasukan Belanda, termasuk komandan peleton berpangkat Letnan juga ikut terbunuh.
Belanda yang tak terima kemudian menuduh Kerajaan Klungkung melakukan pemberontakan dan memutuskan mengeluarkan ultimatum agar Raja Dewa Agung Jambe II untuk menyerah sebelum tanggal 22 April 1908. Namun, Pada 17 April 1908 Belanda melancarkan serangan ke Kerajaan Klungkung dan menewaskan sekitar 100 penduduk.
Keesokan harinya, Kota Klungkung sudah mulai dihujani tembaka meriam terus menerus dari perairan Klungkung. Penduduk yang tinggal di pantai mulai ketakutan dan mengungsi ke Kota Klungkung. Pada 20 April 1908, Pemerintah Hindia Belanda mendatangkan tentara yang jumlahnya ribuan dari Batavia dan pendaratannya dilakukan hingga tanggal 26 April 1908.
Pada 28 April 1908 menjadi Perang Puputan Klungkung. Di pagi hari, tentara Belanda memasuki Kota Klungkung. Sementara itu, kapal-kapal perang mereka yang berada di perairan Kusamba terus menerus menghujani dengan tembakan meriam. Ida Jambe dengan pengikut setianya yang berjumlah sekitar 200 orang melawan balik. Atas nasihat pamannya, Cokorda Jambe, Ida Jambe menancapkan keris pusakanya ke tanah agar muncul lubang besar yang akan menelan korban besar dari musuh-musuhnya.
Ida Dewa Agung Jambe keluar dari gerbang istana. Namun, lutut dan dadanya terkena tembakan, namun ia terus berusaha bangun sebelum roboh lagi terkena tembakan. Ida Jambe wafat di depan istana. Tempat kediaman Ida Jambe yang bernama Inem Smarapura turut dihancurkan Belanda. Ida Dewa Agung Jambe adalah generasi penerus terakhir raja Ida I Jambe yang menyandang gelar Sesuhunan Bali-Lombok.
ANANDA RIDHO SULISTYA | HENDRIK KHOIRUL MUHID | FANI RAMADHANI | ANTARA
Pilihan Editor: KH Ahmad Hanafiah Pahlawan Nasional Kedua dari Lampung Setelah Raden Inten II, Begini Profil Pahlawan Tanpa Makam