TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik sekaligus Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai perbedaan pendapat elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP soal hubungan partai itu dengan presiden Joko Widodo atau Jokowi akibat adanya koordinasi yang terputus. Dia menilai para elit partai itu seharusnya satu suara.
“Koordinasi yang tidak nyambung,” kata Ujang ketika dihubungi, Rabu, 1 November 2023.
Menurut Ujang, fenomena itu terjadi karena ada luka batin di internal kader PDIP usai Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Namun, kata dia, tiap elite partai berlambang banteng moncong putih itu merasakan luka batin dalam kader yang berbeda-beda. Alhasil, menurut dia, muncul perbedaan pendapat di elite partai tersebut.
““Harusnya PDIP solid, se-iya, seirama, sekata, ketika menyampaikan pendapat ke publik,” ujar Ujang.
Puan Maharani bantah hubungan partainya dengan Jokowi memanas
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Sekretaris Jendel PDIP Hasto Kristiyanto saling silang pendapat soal hubungan presiden Jokowi dan PDIP. Puan Maharani membantah hubungan partainya dengan Presiden Jokowi sedang tidak baik.
“Siapa yang panas, ya?,” kata Puan kepada wartawan di kompeks parlemen, Selasa, 31 Oktober 2023.
Sementara Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya sedang sedih dan luka hati yang perih karena Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai telah meninggalkan partai. Menurut Hasto, PDIP selama ini telah mencintai dan memberikan keistimewaan kepada Jokowi.
Menurut Hasto, Presiden Jokowi meninggalkan PDIP karena adanya permintaan yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi. Hasto tidak menyebut permintaan lain itu penjelasannya seperti apa.
“Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi,” kata Hasto.
Menurutnya, seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP belum selesai rasa lelah setelah mendukung Jokowi dari pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden selama dua periode. Dukungan itu, kata Hasto, wujud rasa sayang PDIP.
“Pada awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi, para ahli hukum tata negara, tokoh prodemokrasi, dan gerakan civil society,akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami,” kata dia.
Politikus PDIP lainnya, Adian Napitupulu, bahkan membongkar alasan dibalik memanasnya hubungan Jokowi dengan partainya. Menurut dia, hubungan tersebut mulai panas sejak partainya menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.