TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa pekan terakhir batas usia calon wakil presiden disingkat cawapres menjadi polemik berkepanjangan di Tanah Air. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial memantik perdebatan sengit menjelang Pendaftaran Capres-Cawapres untuk Pilpres 2024.
Lalu, apa itu jabatan wakil presiden dalam sistem politik demokrasi? Bagaimana muasal atau sejarah munculnya jabatan wakil presiden? Kenapa kerap diperebutkan?
Indonesia merupakan salah satu negara yang dalam sistem ketatanegaraannya menerapkan trias politica, di mana kekuasaannya terbagi menjadi tiga, salah satunya yaitu eksekutif. Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan wakil presiden.
Secara umum, presiden adalah sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara untuk menjalankan pemerintahan. Sedangkan, posisi wakil presiden menjadi pembantu presiden. Kendati demikian, wakil presiden dianggap sebagai simbol resmi negara yang kualitas tindakannya sama dengan kualitas tindakan seorang presiden sebagai kepala negara.
Sejarah Wakil Presiden
Merujuk publikasi Kedudukan dan Kekuasaan Konstitusional Wakil Presiden dalam Sistem Presidensial oleh Dian Ayu Firdayanti, jabatan wakil presiden di Indonesia muncul saat pembentukan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI. Saat itu, para pembentuk UUD 1945 tersebut menawarkan gagasan tentang masalah jumlah wakil presiden yang berjumlah 2 orang, namun yang disepakati hanyalah 1 orang.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, gagasan pembentukan jabatan wakil presiden sudah ada sejak 1780-an. Kala itu, jabatan yang menjalankan tugas seremonial ini digugus kaum intelektual Virginia, Amerika Serikat, terutama James Madison.
Dikutip dari kids.nationalgeographic.com, pada 1787, Madison dikirim untuk mewakili negara bagiannya di Konvensi Konstitusi tahun itu. Di sana, ia dan delegasi lainnya menghabiskan 86 hari untuk menciptakan struktur pemerintahan Amerika Serikat (AS), termasuk kongres, kepresidenan, dan sistem pengadilan.
Madison bersama dua rekannya Alexander Hamilton dan John Jay, menulis serangkaian artikel anonim yang menjelaskan jenis pemerintahan yang mereka usulkan. Pasal-pasal ini kemudian dikenal sebagai Federalist Papers, dan membantu meyakinkan seluruh negara bagian untuk meratifikasi atau menerima konstitusi baru.
Disebutkan Britannica, Madison juga membantu mengamankan pengesahan Bill of Rights. Ia mendominasi dalam pembentukan 10 amandemen pertama itu untuk menetapkan kebebasan sipil atau hak-hak dasar warga negara, termasuk kebebasan berbicara. Atas ide dalam peristiwa-peristiwa ini, Madison dikenal sebagai “Bapak Konstitusi.”
Dalam pertemuan yang sama, para perumus konstitusi termasuk Madison juga menetapkan jabatan wakil presiden dalam pemerintahan federal yang baru. Dikutip dari senate.gov, jabatan baru tersebut digunakan dalam sistem pemerintahan pertama AS. Awalnya, jabatan wakil presiden digolongkan menjadi lembaga legislatif.
Kala itu, John Adams selaku wakil presiden pertama AS memainkan peran aktif. Ia melobi para senator agar memberikan suara menentang undang-undang yang dianggap tidak relevan. Ia juga memberi kuliah kepada para senator mengenai masalah prosedural dan kebijakan.
Seiring waktu, langkah John Adams diikuti wakil presiden lainnya seperti John C. Calhoun dari Carolina Selatan. John C. Calhoun yang menjabat sebagai wakil presiden di bawah John Quincy Adams dan Andrew Jackson mengambil peran aktif dalam urusan Senat. Ia sangat cermat terhadap aturan tertulis Senat dan tidak menyukai penghormatan terhadap kebiasaan dan praktik tidak tertulis.
Beberapa wakil presiden seperti George M. Dallas, Levi P. Morton, dan Garret A. Hobart, turut mengikuti jejak Adams. Mereka mempelajari peraturan dan presiden Senat, yang kemudian memimpin dengan efektif. Bahkan, Henry Wilson yang menjabat sebagai wakil presiden kedua Ulysses S. Grant, menulis tiga jilid sejarah tentang penentangan terhadap perbudakan selama masa jabatannya hingga 1875.
Kendati demikian, jabatan wakil presiden bergeser pada pertengahan abad ke-20. Jabatan yang semula legislatif beralih ke eksekutif. Hal ini dipelopori presiden di era modern yang berupaya menetapkan agenda legislatif, sehingga wakil presiden harus menerima penugasan eksekutif tambahan.
Atas keputusan tersebut, wakil presiden mulai bekerja sebagai lembaga eksekutif. Mereka mewakili pemerintahan presiden di Capitol Hill. Kemudian bertugas di Dewan Keamanan Nasional, mengetuai komisi khusus, bertindak sebagai perwakilan tingkat tinggi pemerintah kepada kepala negara asing, dan mengambil banyak peran lain sesuai arahan presiden.
Dimulai dengan Lyndon B. Johnson, masing-masing wakil presiden mulai menempati tempat yang luas di lembaga eksekutif. Begitu pula dengan Walter F. Mondale yang memperluas peran wakil presiden sebagai penasihat presiden, dengan membangun tradisi makan siang mingguan bersama presiden.
Alhasil, seiring berjalannya waktu, Wakil presiden menjadi peserta aktif dalam pemerintahan. Seperti memimpin pembukaan Kongres ketika senator terpilih ataupun dilantik, termasuk memutuskan hasil imbang.
Disamping itu, wakil presiden dipilih bersamaan dengan presiden. Para perumus konstitusi tersebut menetapkan pemilihan keduanya tidak melalui Electoral College. Melainkan berdasarkan sistem awal, setiap anggota Electoral College memilih dua orang sebagai presiden. Jika kandidat memperoleh suara elektoral terbanyak, maka otomatis menjadi presiden. Sedangkan, kandidat yang memperoleh jumlah suara tertinggi kedua menjadi wakil presiden.
KHUMAR MAHENDRA | EIBEN HEIZIER
Pilihan editor: Cerita Habib Luthfi Soal Gibran, Ada yang Tanya Kok Wakil Presiden Prabowo Muda