TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan menyatakan kasus konfirmasi cacar monyet atau Monkeypox di Indonesia bertambah. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan bertambahnya kasus Monkeypox diakibatkan perilaku sex beresiko.
"Pasien Monkeypox memiliki faktor perilaku seks beresiko dengan munculnya lesi dan ruam kemerahan," ujar Maxi dalam keterangan tertulis pada Senin, 23 Oktober 2023. Gejala selanjutnya yakni demam, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tenggorokan, myalgia, ruam, dan sulit menelan.
Berdasarkan data harian Kemenkes per tanggal 22 Oktober 2023, kasus konfirmasi bertambah menjadi 7 kasus sejak pertama kali dilaporkan pada 13 Oktober 2023, atau 8 kasus sejak pertama kali terkonfirmasi di pertengahan 2022. Maxi berujar, penularan terjadi dari manusia ke manusia karena kontak langsung dengan cairan tubuh atau lesi kulit orang yang terinfeksi.
Dia mengatakan seluruh kasus konfirmasi ditemukan di wilayah DKI Jakarta. Ia menuturkan satu kasus berasal dari Jatinegara, lalu satu kasus di Mampang, satu kasus di Kebayoran Lama, dua kasus di Setiabudi, satu kasus di Grogol Petamburan, dan satu kasus di Kembangan.
Menurut Maxi, data yang sama menunjukkan bahwa seluruh pasien terkonfirmasi Monkeypox adalah laki-laki usia produktif. Mayoritas atau sekitar 71 persen adalah laki-laki berusia 25-29 tahun. Sementara 29 persen di antaranya adalah laki-laki berusia 30-39 tahun. Dari hasil penelusuran, tuturnya, 6 pasien Monkeypox juga merupakan Orang Dengan HIV (ODHIV), dan memiliki orientasi biseksual.
Maxi mengungkapkan saat ini seluruh pasien sedang menjalani perawatan intensif di ruang isolasi di sejumlah rumah sakit di Jakarta. Perawatan akan dilakukan hingga luka mengering dengan sempurna. Dia pun mengklaim semua pasien dalam kondisi baik dan stabil. Kita pantau secara ketat dan terus menerus.
"Saat ini kita juga sedang memonitor pihak-pihak yang melakukan kontak erat dengan pasien,” ucap Maxi.
Menyusul penambahan kasus ini, Maxi mengatakan Kemenkes segera melakukan upaya penanggulangan. Setidaknya ada tiga upaya yang dilakukan, yaitu upaya surveilans, terapeutik, dan vaksinasi.
Upaya surveilans dilakukan dengan penyelidikan epidemiologi dan penyiapan laboratorium pemeriksa. Sedangkan terapeutik dilaksanakan dengan memberikan terapi simtomatis, pemenuhan logistik antivirus khusus Mpox serta pemantauan kondisi pasien.
Selanjutnya, Kemenkes juga akan melakukan vaksinasi Monkeypox terutama pada populasi yang paling beresiko. Maxi menjelaskan, kriteria penerima vaksin Monkeypox adalah laki-laki yang dalam dua pekan terakhir melakukan hubungan seksual berisiko dengan sesama jenis dengan atau tanpa status ODHIV.
Vaksinasi Monkeypox akan dilaksanakan mulai 24 Oktober 2023 dengan jumlah sasaran sekitar 447 orang. Vaksinasi akan diselenggarakan di Fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Antara lain, klinik Carlo serta Puskesmas yang berada di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
Vaksin ini diberikan dalam 2 dosis dengan interval 4 minggu. Adapun jenis vaksin Monkeypox yang akan digunakan adalah vaksin impor yang diproduksi oleh Bavarian Nordic, Denmark dengan merk dagang JYNNEOS® kemasan single-dosen. Menurut Maxi, vaksin tersebut telah memiliki Sertifikat Pelulusan Vaksin (Certificate of Release) dari Badan POM yang terbit pada 17 Maret 2023.
Dia mengklaim stok vaksin Monkeypox yang tersedia di Tanah Air ini aman. Saat ini, ucapnya, sebanyak 991 vial vaksin Monkeypox sudah didistribusikan ke Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Dinas Kesehatan DKI Ungkap Gejala Khas Cacar Monyet atau Mpox