TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, Sabtu, 17 Oktober 2020 atau tiga tahun lalu, mantan terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto meninggal. Kabar meninggalnya pilot Garuda Indonesia itu didapatkan melalui mantan pengacaranya, Wirawan Adnan.
“Berpulang hari ini pukul 14.52,” kata Wirawan ketika dihubungi.
Kabar itu Wirawan dapat dari istri Pollycarpus, Yosephine Hera Iswandari. Wirawan mengatakan Pollycarpus meninggal karena Covid-19. Polly sudah dirawat di Rumah Sakit selama 16 hari hingga menghembuskan nafas terakhirnya.
“Karena C19, telah 16 hari berjuang melawannya,” kata dia.
Koran tempo, terbitan Selasa 7 September 2021 mengulik kembali kasus kematian Munir Said Thalib, 38 tahun pada 7 September 2004 silam. Aktivis HAM itu dibunuh dengan racun arsenik di dalam pesawat menuju Belanda. Dua bulan sejak pembunuhan itu, Polri membentuk tim forensik dan tim investigasi. Pada Maret 2005, Polri lalu menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai tersangka.
Pilot Garuda Indonesia yang berada dalam satu pesawat dengan Munir dari Jakarta ke Singapura itu, menurut saksi mata, berbincang-bincang dengan korban di Bandara Changi, Singapura, ketika pesawat transit. Pollycarpus dan musikus Ongen Latuihamallo disebut duduk bersama Munir di kedai Coffee Bean di bandara tersebut. Seorang saksi melihat mereka makan.
Begitu pesawat kembali mengangkasa, Munir sakit perut dan bolak-balik ke toilet. Dia sempat mendapat perawatan dari penumpang yang seorang dokter, tapi tak tertolong. Munir meninggal di langit Eropa sekitar pukul 08.10, dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Sidang kasus Munir dengan terdakwa Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 9 Agustus 2003. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati. Pada 18 November, dia diperiksa dalam sidang. Pollycarpus mengatakan tidak pernah mengontak korban sebelum penerbangan. Dia mengaku hanya berbasa-basi memberikan kursinya di kelas bisnis kepada Munir.
Polly kemudian terbukti terlibat dalam kejahatan itu. Pada 1 Desember 2005, Jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus. Pada 20 Desember, Majelis Hakim membacakan putusan. Pollycarpus terbukti turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen. Dia dijatuhi hukuman penjara 14 tahun. Pollycarpus mengajukan banding.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 27 Maret 2006 menolak banding dan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara bagi Pollycarpus. Sama seperti putusan pengadilan sebelumnya. Ia lalu mengajukan kasasi. Di tingkat ini, pada 3 Oktober 2006 Mahkamah Agung menyatakan Pollycarpus tidak terbukti terlibat membunuh Munir. Pollycarpus hanya terbukti bersalah menggunakan dokumen palsu. Dia cuma divonis dua tahun penjara.
Selanjutnya: Pollycarpus bebas dari masa tahanan setelah mendapat remisi