TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan tak terima dengan penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karen ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina pada 2011-2021 dan terancam hukuman di atas 5 tahun dengan kerugian negara mencapai Rp 2,1 Triliun.
Pengacara Karen, Luhut MP Pangaribuan mengatakan resmi mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat, 6 Oktober 2023. Menurut dia, penetapan tersangka dan penahanannya tak sesuai dengan acara pidana.
“Karena itu dimohon ke PN agar diperiksa dan dinyatakan tidak sah. Intinya bukti permulaan untuk menetapkan KA (Karen Agustiawan) sebagai tersangka tidak sah,” katanya kepada Tempo, Senin, 9 Oktober 2023.
Lebih jauh Luhut menjelaskan, misalnya tentang kerugian keuangan negara. Sekalipun penjualan LNG dari Corpus Christi itu sesudah periode Karen Agustiawan, kata Luhut, namun tentu belum bisa dihitung karena Sale and Purchase Agreement (SPA) sampai dengan 2040.
“Kemudian itu aksi korporasi sehingga error in pernah menetapkan KA sebagai tersangka,” ujarnya.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, gugatan Karen didaftarkan pada 6 Oktober lalu, perihal klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan pihak tergugat adalah KPK.
Sementara diterangkan dalam SIPP, nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. "Sidang pertama 16 Oktober 2023," tulisnya.
Sebelumnya usai diperiksa dan dinyatakan ditahan per 19 September – 8 Oktober 2023 di Rumah Tahanan Negara KPK, Karen menjelaskan pengadaan LNG adalah aksi korporasi.
“Saya ingin menjelaskan aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional di mana gas harus 30 persen. Terus Inpres 1 tahun 2010 dan Inpres 14 tahun 2014,” katanya, Selasa, 19 September 2023.
Karen menegaskan pengadaan LNG di Pertamina bukan aksi dirinya sendiri, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres dan Surat Unit Kerja Presiden 4 sebagai pemenuhan proyek strategis nasional.
“Kalau dibilang rugi, maka saya sampaikan perjanjian di 2013 dan 2014 sudah dianulir dengan perjanjian 2015. Di perjanjian 2015, disampaikan di ayat 24,2 bahwa perjanjian 2013 dan 2014 sudah tak berlaku lagi,” ujar Karen.
Pilihan Editor: 7 Poin Surat Terbuka Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan ke Presiden Jokowi