TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai wacana perpanjangan masa dinas Panglima TNI Laksamana Yudo Margono ilegal dan tak ada esensinya. Diketahui, Yudo akan memasuki usia pensiun dari dunia militer pada 1 Desember 2023.
Koalisi menilai proses perpanjangan masa usia pensiun Panglima TNI merupakan langkah yang bertentangan dengan hukum (ilegal) dan tidak memiliki urgensi untuk dilakukan saat ini. Hal itu tertuang dalam Pasal 53 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan bahwa usia pensiun bagi perwira TNI adalah 58 tahun.
“Ketentuan itu tak memungkinkan dibukanya opsi perpanjangan masa usia pensiun perwira, termasuk dalam hal ini Panglima TNI,” kata Al Araf, Koordinator CENTRA Initiative, salah satu anggota koalisi dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 3 Oktober 2023.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan perpanjangan masa kerja Yudo sebagai salah satu opsi yang dipertimbangkan. Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid juga mengatakan baik pergantian maupun perpanjangan usia pensiun Panglima TNI merupakan opsi yang terbuka.
“Kami mendesak Presiden Jokowi segera menyiapkan calon pengganti Yudo Margono, ketimbang berpolemik dengan perpanjangan masa usia pensiun yang tidak memiliki urgensi dan bahkan ilegal jika dipaksaan saat ini,” ujarnya.
Koalisi ini menuturkan presiden harus menghindari petimbangan yang sifatnya politis dalam pergantian Panglima TNI ke depan. Hal ini menjadi penting terutama di tengah kontestasi politik elektoral 2024 di mana calon Panglima TNI yang baru diharapkan mampu menjaga soliditas, netralitas, dan profesionalisme prajurit.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengatakan presiden harus tetap menjadikan UU TNI sebagai acuan hukum dalam pergantian Panglima TNI. Menurutnya, tak bisa memaksakan sebuah kebijakan yang bertentangan dengan hukum dan berdampak pada dinamika internal TNI.
“Proses perpanjangan masa pensiun prajurit TNI justru akan menambah beban baru bagi organisasi TNI karena akan ada penumpukan perwira tanpa jabatan di dalam tubuh TNI. Padahal salah satu masalah utama institusi TNI saat ini adalah sistem karir tidak berimbang dengan jabatan yang tersedia,” ujarnya.
Perihal uji materi Pasal 53 UU TNI terkait usia pensiun perwira TNI di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro beserta sejumlah purnawirawan lainnya, koalisi ini menyatakan uji materi tersebut untuk yang kedua kalinya dilakukan.
Dijelaskannya, sebelumnya permohonan dengan substansi yang sama pernah dilakukan oleh Letkol (Purn) Euis Kurniasih bersama lima orang lainnya dan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan itu. “Alasan penolakannya, hal itu merupakan kebijakan yang bersifat terbuka (open legal policy) yang tidak bisa ditentukan oleh MK,” ujarnya.
Sebab itu, bagi koalisi yang beranggotakan Centra Initiative, Imparsial, PBHI, ELSAM, KontraS, SETARA Institute, Forum for De Facto, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, LBHM, ICJR, ICW, WALHI, LBH Jakarta, LBH Pers, HRWG, itu tak ada urgensi bagi presiden memperpanjang masa usia pensiun Yudo Margono.
“Penyelenggaraan Pemilu 2024 bukanlah alasan yang tepat digunakan presiden untuk melakukan perpanjangan tersebut. Penting dicatat, pergantian Panglima TNI harus dipandang sebagai proses yang biasa dan tidak berkaitan secara langsung dengan proses penyelenggaraan Pemilu. Apalagi mekanisme pergantian Panglima TNI sudah dibentuk dan TNI sendiri secara internal sudah memiliki sistem yang baku dan telah dijalankan selama ini,” katanya.
Pilihan Editor: Imigrasi: Menteri Syahrul Yasin Limpo Belum Masuk Indonesia