Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Upaya Rekonsiliasi Korban G30S 1965, Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah?

image-gnews
Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah
Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September atau G30S 1965 membawa Bedjo Untung pada kehidupannya yang kelam. Saat itu ia masih berusia 17 tahun. Bedjo mengaku belum tahu apa-apa mengenai peristiwa pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira TNI itu.

Pemerintah menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan kudeta dan membunuh ketujuh tentara dengan brutal. TNI kemudian memerintahkan PKI ditumpas hingga ke akar-akarnya.

Bedjo menjadi salah satu sasaran yang harus ditumpas. Dia dianggap bagian dari PKI lantaran aktif di Ikatan Pelajar Indonesia (IPI), komunitas yang dianggap berafiliasi dengan PKI. Ayahnya sendiri ditangkap dan dibawa ke Nusa Kambangan, sebelum dibuang ke Pulau Buru.

Namun saat itu Bedjo berhasil lolos. Dia melarikan diri dan bersembunyi di berbagai tempat di sekitar Jakarta. Sayangnya, lima tahun menjadi buronan, Bedjo akhirnya ditahan. Pada 1970, dia resmi menjadi tahanan politik.

"Selama ditahan, kami disiksa," kata Bedjo kepada Tempo, Kamis, 20 September 2018. Saat proses interogasi, Bedjo mengaku disetrum. Dua jari tangannya dililit kawat yang dihubungkan dengan dinamo. Tahanan lain mengalami sensasi lain, mulai dari sundutan rokok hingga dipukul dengan ekor ikan.

Meski tak ada bukti keterlibatan dirinya dengan PKI, Bedjo tak dilepaskan. Dia ditahan selama 9 tahun. Selama itu, dia juga dipaksa bekerja tanpa diberi makan yang layak. Lauknya tak pernah banyak. Nasi yang jadi penganan utama seringkali penuh batu dan pasir.

Bedjo mengingat pernah bekerja di sawah. Dalam kondisi lelah dan lapar, dia mencari lubang-lubang tikus. Hewan itu akan dikuliti dan dibakar untuk disantap. "Kalau ketemu cindil (anak tikus) biasanya langsung dimakan saja," kata dia.

Penderitaan sebagai tahanan akhirnya usai pada 1979. Bedjo dinyatakan bebas. Saat itu muncul desakan dari pemerintah Amerika dan konsorsium Intergovermental Group on Indonesia (IGGI) -yang dibentuk Belanda- kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan ratusan ribu tahanan politik. Mereka mengancam tak akan lagi memberi bantuan jika tahanan tak dilepas.

Namun kehidupannya setelah itu tak jauh berbeda seperti ketika masih ditahan. Bedjo dilabeli sebagai eks tahanan politik. Dia harus melapor dan ikut apel setiap minggu. Jika ingin bepergian ke luar kota, maka Bedjo harus melapor kepada TNI. Sampai sekitar 2005, Kartu Tanda Penduduk miliknya masih berkode "ET", tanda eks tahanan politik.

Menurut Bedjo, label itu masih melekat hingga sekarang. Ketua Yayasan Penelitian Korban dan Pembunuhan 1965/1966 itu tak merasa sepenuhnya bebas. Pergerakannya dibatasi. "Misalnya kami (YPKP 65) mau ada pertemuan, kami diserbu dan disebut mau membangkitkan paham komunis," ujarnya.

Bedjo mengatakan, represi yang dirasakan korban selama 53 tahun ini harus dihentikan. Ia menuntut keadilan setelah ditahan tanpa proses hukum dan dibuktikan bersalah, dipaksa bekerja, hingga disiksa. "Saya merasa tidak bersalah," kata dia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pria berusia 65 tahun itu meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta pemerintah meminta maaf kepada para korban pasca G30S 1965.

Rekonsiliasi Korban 1965

Sidang Mahkamah Rakyat Internasional bagi kejahatan serius 1965-1966 (IPT 1965) dan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyusul sesudahnya telah dilangsungkan di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November 2015.

Keputusan Panel Hakim juga sudah diumumkan di Jakarta dan Amsterdam oleh Hakim Zac Yacoob pada 20 Juli 2016. Intinya bahwa aparat negara pada masa itu bertanggungjawab atas berbagai elemen kejahatan terhadap kemanusiaan.

Menyusul hasil IPT 1965 itu, para pegiatnya telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan Komnas HAM terkait penyelesaian pelanggaran HAM 1965. Namun, hingga kini proses penyelesaian yang diharapkan malah tidak ada kejelasan. Karenanya, para pegiat IPT65 bersama Komnas Perempuan akan terus berjuang sampai tercapai penyelesaian yang adil bagi korban Peristiwa 1965.

Pemerintah kemudian dianggap mengabaikan putusan Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal/IPT) 1965 tentang pelanggaran hak asasi manusia pasca-peristiwa 1965 dengan dalih pengadilan tersebut tak memiliki landasan hukum. Namun Koordinator Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, mengungkapkan hingga saat ini pemerintah juga tak kunjung menentukan cara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut.

Nur Kholis mengatakan, dorongan agar pemerintah segera melakukan rekonsiliasi telah bermunculan. Dia mencontohkan hasil simposium "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" di Jakarta, April lalu. "Semua tinggal menunggu rekonsiliasi resmi dari pemerintah," katanya, Kamis 21 Juli 2016.

DIMAS KUSWANTORO  |  VINDY FLORENTIN  I TIM TEMPO.CO

Pilihan Editor: Rekonsiliasi G30S, Jaksa Agung: Diperlukan Kebesaran Jiwa

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

17 menit lalu

Logo Microsoft terlihat di Los Angeles, California A.S. pada Selasa, 7 November 2017. (ANTARA/REUTERS/Lucy Nicholson/am.)
Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

Microsoft siap investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, bagaimana dengan rencana investasinya di Indonesia?


Timnas Indonesia U-23 Bersiap Jalani Laga Playoff Olimpiade Paris 2024, Jokowi Optimistis Skuad Garuda Menang Lawan Guinea

3 jam lalu

Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja di Provinsi Sulawesi Barat pada Selasa, 23 April 2024. Mengawali kegiatannya, Presiden Jokowi meninjau Kantor Gubernur Sulawesi Barat yang sempat hancur saat terjadi gempa pada tahun 2021 lalu. Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Timnas Indonesia U-23 Bersiap Jalani Laga Playoff Olimpiade Paris 2024, Jokowi Optimistis Skuad Garuda Menang Lawan Guinea

Timnas Indonesia U-23 akan menghadapi Guinea di laga playoff Olimpiade Paris 2024 pada Kamis, 9 Mei mendatang.


Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

13 jam lalu

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, ketika ditemui di Kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara No. 4, Jakarta Selatan, Kamis, 25 April 2024. TEMPO/Defara
Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.


Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

13 jam lalu

Prabowo Subianto, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokow Widodo. TEMPO
Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.


Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

15 jam lalu

Kepala Desa dari berbagai daerah di Indonesia melakukan demonstrasi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendesak Revisi UU Desa sebelum Pemilu pada Rabu, 31 Januari 2024. TEMPO/Bagus Pribadi
Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,


Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

18 jam lalu

Sejumlah anggota Apdesi saat menghadiri Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. DPR RI mengesahkan revisi Undang-Undang (RUU) tentang Desa menjadi Undang-Undang (UU) dengan salah satu poinnya perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun dan maksimal dua periode. TEMPO/M Taufan Rengganis
Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.


Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

19 jam lalu

Ketua Panitia Nasional Musra Indonesia atau Musyawarah Rakyat Indonesia, Panel Barus (dua dari kiri) menjelaskan rencana pelaksanaan musra, di Kota Solo, Sabtu, 16 Juli 2022. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.


Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

22 jam lalu

Pasangan presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka hadir dalam rapat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu 24 April 2024. KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024 - 2029. TEMPO/Subekti.
Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

Jokowi mengatakan dia dan pihak lain boleh ikut berpendapat jika dimintai saran soal susunan kabinet Prabowo-Gibran.


Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

23 jam lalu

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan memberi sambutan saat acara penandatanganan dokumen transaksi pengambilalihan saham Divestasi PT Vale Indonesia Tbk. di Jakarta, Senin, 26 Februari 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

Menkomarinves Luhut Pandjaoitan buka kemungkinan kewarganegaraan ganda untuk diaspora. Apa saja alasan dan syaratnya?


Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

23 jam lalu

Ribuan Kepala Desa se - Indonesia melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2023. Dalam aksi tersebut mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun, dan meminta DPR RI merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. TEMPO/M Taufan Rengganis
Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?