TEMPO.CO, Surabaya - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya yang diketuai Dewa Gde Suardita menjatuhkan vonis 9 tahun penjara serta denda Rp 1 milar kepada Wakil Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif Sahat Tua P Simanjuntak, Selasa, 26 September 2023. Bila tak mampu membayar denda, Sahat diwajibkan mengganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Politikus senior Partai Golkar itu juga dibebani uang pengganti sebesar Rp 39,5 miliar paling lama satu bulan sejak vonis tersebut dibacakan. Jika tak mampu menyerahkan uang pengganti, maka harta benda Sahat disita oleh negara. Bila total harta benda tersebut masih kurang dari Rp 39,5 miliar, Sahat harus menjalani pidana kurungan tambahan selama 4 tahun.
“Terdakwa juga dicabut hak politiknya berupa menduduki jabatan publik selama empat tahun, terhitung setelah yang bersangkutan selesai menjalani masa hukuman,” kata ketua majelis.
Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim mengatakan bahwa Sahat secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Ia dijerat dengan Pasal 14 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vonis Sahat lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa 12 tahun penjara. Namun anehnya Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi Arif Suhermanto justru menyatakan menerima putusan hakim. “Demi rasa keadilan, kami menerima vonis tersebut,” kata Arif.
Adapun Sahat melalui penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Sahat sendiri tak mengucapkan sepatah kata pun saat dimintai komentar wartawan. Mengenakan kemeja batik warna kuning, air mukanya terlihat keruh.
Menurut majelis hakim, Sahat terbukti menerima ijon fee dana hibah pokok-pokok pikiran (pokir) masyarakat yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020-2022 serta APBD 2022-2024 yang masih akan ditetapkan untuk wilayah Kabupaten Sampang. Total anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk dana hibah kelompok masyarakat sebesar Rp 200 miliar.
Dana fee itu diijon Sahat melalui warga setempat bernama Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng. Ia berdalih menyerap asipirasi dari kelompok masyarakat lewat proposal permohonan dana hibah. Sahat bekerja sama dengan Rusdi, staf ahlinya, untuk menghimpun fee dana hibah itu hingga terkumpul Rp 39,5 miliar.
Dalam sidang terpisah, majelis hakim yang sama memvonis Rusdi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Apa bila tak mampu membayar denda, Rusdi mesti menggantinya dengan pidana penjara selama 3 bulan.
Majelis berujar, berdasarkan keterangan saksi-saksi di persidangan, seharusnya penyerapan aspirasi serta pemberian dana hibah harus melalui aplikasi. Semua anggota DPRD memiliki password aplikasi itu. “Namun terdakwa memberikan password itu pada Rusdi agar dapat menjalankan rencananya,” kata majelis.
Tindakan Sahat terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di gedung DPRD Jawa Timur pada Rabu malam, 14 Desember 2022 lalu. Menurut majelis, Sahat hanya mengakui menerima fee dana hibah Rp 2 miliar. Namun hakim tak mempercayai pengakuan tersebut. “Pengakuan terdakwa bahwa ia hanya menerima Rp 2 milar layak dikesampingkan,” ujar hakim.
Pilihan Editor: Dalami Kasus TPPU Eks Bupati Banjarnegara, KPK Periksa Ketua DPD Golkar Jawa Tengah