Segala hal mungkin terjadi
Namun, kata Denny, Pilpres adalah peristiwa politik, tentu kalkulasinya adalah kalkulasi politik, yang pastinya berbeda juga cara menghitungnya.
"PDIP misalnya, pasti merasa sebagai partai yang terbesar. Partai ini tak ikhlas jika calonnya, kadernya, petugas partainya, hanya menjadi cawapres saja. Apalagi jika PDIP yakin Ganjar akan mengalahkan Prabowo di putaran kedua," ujarnya.
Menurut Denny, sebelum pendaftaran capres-cawapres ditutup pada 19-25 Oktober 2023, segala hal masih mungkin saja terjadi.
"Ada pameo terkenal di dunia politik: kecuali mengubah lelaki menjadi perempuan dan mengubah perempuan menjadi laki-laki, politik praktis bisa mengubah apa pun. Itu juga termasuk bisa mengubah siapa pun yang akhirnya menjadi capres dan cawapres," katanya.
Diketahui, baik Ganjar maupun Prabowo sampai saat ini belum resmi mengumumkan nama cawapresnya. Adapun Ganjar diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) sebagai capres 2024.
Sedangkan Prabowo diusung sebagai capres 2024 oleh Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) dan Partai Demokrat. Partai lainnya disebut juga akan bergabung dalam koalisi ini.
Sementara Anies dan Muhaimin telah diusung sebagai pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2024 oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Pilihan Editor: AHY Sebut Duet Prabowo-Ganjar Simulasi Kemungkinan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.