TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan laporan intelijen yang diterimanya tak sebatas hanya soal partai politik. Ia mengungkapkan hal ini setelah muncul kritikan atas ucapannya di depan relawan yang menyebut dirinya mengetahui semua data dan arah parpol dari data intelijen yang diterimanya.
"Saya itu rutin mendapatkan laporan, baik dari intelijen di kepolisian, intelijen TNI, intelijen di BIN. Rutin mendapatkan laporan. Baik itu berkaitan dengan politik, baik itu berkaitan dengan ekonomi, baik itu berkaitan dengan sosial," ujar Jokowi di sela kunjungannya di PT Pindad, Bandung, Jawa Barat, Selasa, 19 September 2023.
Jokowi mengatakan, data intelijen yang diterimanya juga sama dengan presiden-presiden sebelumnya. “Dan semua presiden sama,” kata dia.
Saat ditanya soal kritikan yang tertuju mengenai kekhawatiran akan mengganggu tataran demokrasi, Jokowi mengaku heran.
“Gimana masak, di undang-undang harus laporan kepada presiden. BIN itu harus laporan pada presiden. Semua ada, coba dibuka. Jadi biasa saja,” kata Jokowi.
Sebelumnya, presiden menyatakan mengantongi data intelijen soal partai politik saat menghadiri Rapat Kerja Nasional relawan Sekretariat Nasional Jokowi di Hotel Salak, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu 16 September 2023.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa. Ingin mereka menuju ke mana saya juga ngerti," kata Jokowi.
Dia mengingatkan kepada relawan agar tidak salah memilih pemimpin pada Pemilu 2024. Dia menyatakan tiga pemilu ke depan akan sangat menentukan nasib Indonesia apakah akan menjadi negara maju atau tidak.
Pernyataan presiden itu pun mendapatkan sorotan dari koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan. Mereka mengecam tindakan intelijen negara yang menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan.
Mereka menilai hal itu sebagai ancaman bagi demokrasi. Koalisi tersebut terdiri dari Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat dan Setara Institute.
"Ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangan resminya, Sabtu 16 September 2023.