TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengecam langkah aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata ke arah sebuah sekolah dasar di Pulau Rempang. Peristiwa itu terjadi saat aparat kepolisian memaksa masuk ke kawasan itu saat membantu Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk melakukan pengukuran dan pematokan lahan Rempang Eco-City pada Kamis, 7 September 2023.
Isnur membantah pernyataan polisi bahwa asap gas air mata di sekolahan itu karena terbawa angin.
“Apa yang disampaikan oleh humas kepolisian sebelumnya bahwa ini terbawa angin adalah kebohongan informasi publik,” kata Isnur kepada Tempo, Selasa, 19 September 2023.
Berdasarkan temuan YLBHI, menurut Isnur, jelas aparat kepolisian saat itu langsung melontarkan gas air mata ke arah warga yang menolak dan juga ke arah sekolah dasar yang berada di sana. YLBHI menyatakan hal itu berdasarkan keterangan warga yang diperkuat dengan sejumlah video bentrokan tersebut.
“Kami mengecam hal ini karena menambah daftar brutalitas dan pelanggaran hukum oleh aparat. Aparat tak lagi mengenal peraturan hukum dan hak asasi manusia. Melanggar prinsip-prinsip kepolisian,” ujarnya.
Desak Polri tindak anggotanya dan minta pemerintah pulihkan kondisi anak-anak
Dia pun menyatakan, YLBHI mendesak Polri untuk menyelidiki dan memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang melakukan pelemparan gas air mata ke sekolahan.
“Saya pikir komandan-komandannya, para pelaku pelemparan gas air mata harus diberi sanksi,” tegas Isnur.
Isnur mengatakan seharusnya hukuman bukan hanya dicopot dari jabatan melainkan pidana, karena penembakan gas air mata menyebabkan orang lain, terutama anak-anak, sakit.
“Harus dicek dampak dan kondisi fisik anak sekolah, ini akan mengakibatkan luka dan infeksi di mata, juga gangguan pernapasan. Tentu ini mempengaruhi tumbuh kembang mereka,” katanya.
Selain itu, Isnur menyoroti permasalahan serius lainnya yaitu trauma yang akan dialami anak-anak di Rempang. Sebab, kata dia, anak-anak akan tumbuh dengan perasaan dan jiwa sebagai anak bangsa yang penuh ketakutan.
“Mereka (anak-anak Rempang) yang mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian. Ini harus dipulihkan oleh negara,” ujarnya.
“Selain itu, mereka juga akan kehilangan tempat tinggal, tanah dan airnya, mata pencahariannya. Jadi yang hilang bukan hanya soal negara yang melindungi, tapi mereka kehilangan segalanya,” kata Isnur.
Serupa dengan temuan Komnas HAM
Temuan YLBHI ini selaras dengan hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Pulau Rempang, Kota Batam, pada Sabtu, 16 Juli 2023. Komnas HAM menyatakan menemukan selongsong peluru gas air mata di atap dan di dekat pekarangan Sekolah Dasar Negeri 024 Galang.
Laporan sementara Komnas HAM menemukan banyak siswa yang terkena gas air mata saat ricuh terjadi di Pulau Rempang. Kejadian penembakan gas air mata yang menyasar sekolah itu juga menimbulkan traumatik kepada murid.
Sebelumnya, YLBHI dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City. Mereka meminta Jokowi untuk menyelesaikan dulu masalah konflik agraria di Pulau Rempang secara dialogis.