TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti di Pusat Penelitian Politik dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional Wasisto Raharjo Jati menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal ia mengetahui jeroan partai politik lewat laporan intelijen.
Wasisto melihat presiden ingin lebih menekankan soal upaya mengurangi potensi friksi atau konflik yang mungkin bisa terjadi, sehingga ini menjadi pertimbangan dalam memastikan suksesi kekuasaan. Itu juga berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu 2024 yang lancar damai.
“Yang ingin dilihat presiden adalah stabilitas keamanan dan kelancaran dalam proses pemilu,” kata Wasisto saat dihubungi Tempo pada Senin, 18 September 2023.
Sementara itu, Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Beni Sukadis menyoroti perlunya lembaga intelijen mematuhi batasan-batasan etika dan hukum. Ia juga mengatakan badan intelijen perlu menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan hak-hak individu serta stabilitas politik dalam negeri.
Menurut Beni, jika digunakan untuk kepentingan politik tertentu baik perorangan atau kelompok, maka jelas ini melanggar etika dan undang-undang. Merujuk pasal 4 dan 5 UU intelijen negara, lembaga intelijen perlu digunakan dalam menghadapi keamanan nasional.
“Pertanyaan pentingnya, Apakah memang parpol merupakan ancaman keamanan nasional atau kekuasaan pemerintah saat ini?” kata Beni ketika dihubungi Tempo pada Senin.
Sebelumnya saat menghadiri Rapat Kerja Nasional relawan Sekretariat Nasional Jokowi di Hotel Salak, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu 16 September 2023, Presiden Jokowi mengaku memiliki data intelijen partai politik, yang didapatkan dari kepolisian, tentara maupun badan mata-mata negara.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa. Ingin mereka menuju ke mana saya juga ngerti," katanya.
Jokowi mengingatkan agar tidak salah memilih pemimpin pada Pemilu 2024. Dia menilai bahkan tiga pemilu ke depan akan sangat menentukan nasib Indonesia apakah akan menjadi negara maju atau tidak.
Jokowi pernah menegaskan tidak akan bersikap netral dalam pemilihan presiden. Dia mengklaim langkah itu dilakukan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
“Saya harus cawe-cawe,” kata presiden ketika berbincang-bincang dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka, Senin 29 Mei 2023.
Usai pertemuan tersebut, Deputi Bidang Protokoler, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Mahmuddin lantas mengklarifikasi ucapan presiden tersebut. Dia menyatakan penjelasan tentang cawe-cawe untuk negara memiliki konteks presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil.
Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mengecam tindakan intelijen negara yang menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan. Mereka menilai hal itu sebagai ancaman bagi demokrasi. Koalisi tersebut terdiri dari Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat dan Setara Institute.
"Ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangan resminya, Sabtu 16 September 2023.
Julius mengatakan, intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi, terutama kepada Presiden. Namun demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara untuk masalah keamanan nasional, bukan berkaitan dengan masyarakat politik, partai politik dan sebagainya serta juga masyarakat sipil.
Pilihan Editor: Jokowi Bilang Pegang Data Intelijen soal Parpol, Pengamat: Masih dalam Koridor UU Sepanjang Tak Dibuka
DANIEL A. FAJRI