Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Banyak Alasan Daud Beureueh Lakukan Pemberontakan kepada Sukarno, Pejuang yang Terpinggirkan

image-gnews
Daud Beureueh. Foto : wikipedia
Daud Beureueh. Foto : wikipedia
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 17 September 1899, adalah hari kelahiran Daud Beureueh, tokoh pejuang kemerdekaan asal Aceh. Pascakemerdekaan, karena kecewa dengan pemerintahan Sukarno, Daud Beureueh memberontak. Dia mendirikan Negara Islam Indonesia atau NII Aceh.

Majalah Tempo edisi Ahad, 17 Agustus 2003 secara khusus mengulas seluk beluk kisah pendekar Tanah Jeumpa ini. Berikut kisah pemberontakan Daud Beureueh.

Cerita pemberontakan Daud Beureueh bermula dari munculnya sebuah dokumen rahasia. Tak ada yang tahu isinya dengan persis. Di kalangan tentara Darul Islam Aceh, gerakan pemberontakan yang mencuatkan nama Daud Beureueh, dokumen ini disebut “les hitam”. Sementara sejarawan Belanda Cornelis van Dijk menyebutnya “daftar hitam”. Dokumen ini jadi bahan gunjingan hangat di Tanah Jeumpa pada awal 1950-an.

Pengirimnya disebut-sebut adalah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo melalui Jaksa Tinggi Sunarjo, yang membawanya ke Medan. Tapi ada juga yang menyebut dokumen ini warisan kabinet Sukiman. Isinya menggambarkan puncak perseteruan pemerintah Jakarta dengan Aceh. Jakarta berencana membunuh 300 tokoh penting Aceh, sumber lain menyebut 190 tokoh, lewat operasi rahasia. Keputusan ini diambil setelah Jakarta memastikan daerah itu akan makar.

Tapi tak ada yang bisa memastikan keberadaan dokumen itu. Sejarawan Belanda lainnya, B.J. Boland, dalam bukunya The Struggle of Islam in Modern Indonesia, menyebutkan sebetulnya dokumen tersebut tak pernah ada. Menurut Boland, desas-desus itu sengaja diembuskan oleh politikus sayap kiri di Jakarta untuk menghantam gerakan Islam di Aceh. Di sisi lain, secara tersirat Van Dijk menduga dokumen itu ada.

“Daftar nama itu barangkali sengaja dibocorkan dengan tujuan tertentu. Orang Aceh terkemuka merasa mereka mungkin akan ditangkap dan, karena itu, memutuskan lari ke gunung,” kata Van Dijk.

Ali Sastroamidjojo dalam rapat paripurna DPR pada 2 November 1953 menyangkal telah menyusun daftar itu. Tapi tak penting benar apakah dokumen itu ada atau tidak. Yang pasti, rumor rencana pembunuhan itu membuat pemberontakan Darul Islam di Aceh menemukan momentumnya. Aktivis Darul Islam langsung pasang kuda-kuda. Daud Beureueh, salah satu orang yang disasar dalam dokumen itu, segera mengacungkan kapak perang.

“Les hitam adalah bukti yang menimbulkan kecurigaan kita bahwa pencetus peristiwa berdarah itu adalah permainan lawan-lawan politik Teungku Daud Beureueh untuk menghancurkan beliau dan kawan-kawan,” kata Nur el-Ibrahimy, menantu Daud Beureueh sekaligus saksi sejarah Aceh, yang berusia 94 tahun saat diwawancara Tempo pada 2003.

Sembilan tahun Daud Beureueh memimpin sebuah gerakan perlawanan dengan bendera Darul Islam. Gerakan itu menjadi pembuka kisah pemberontakan Aceh pasca-era kolonial. Namun “Les hitam” bukanlah satu-satunya alasan terjadinya pemberontakan di Aceh. Dokumen itu hanya sumbu. Minyak tanahnya adalah kekecewaan Daud Beureueh yang merasa dikhianati Sukarno setelah membela Republik di masa perjuangan kemerdekaan.

Kekecewaan itu tersulut akibat dibubarkannya Divisi X TNI di Aceh pada 23 Januari 1951 status provinsi wilayah ini dicabut. Ada yang menyebut kabinet Natsir yang melakukannya. Tapi ada yang berpendapat itu hasil kabinet sebelumnya. Aceh dipaksa lebur dalam Provinsi Sumatera Utara. Abdul Hakim diangkat sebagai gubernurnya dengan Medan sebagai pusat pemerintahan. Daud Beureueh selaku Gubernur jenderal yang meliputi kawasan Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, tak tahu menahu.

“Semua surat yang dialamatkan ke residen koordinator dikembalikan ke Medan tanpa dibuka atas perintah Daud Beureueh,” tulis Van Dijk.

Kesumat Daud Beureueh tak hanya muncul karena wewenang kekuasaan yang dilanggar. Telah lama rakyat Aceh merasa dipinggirkan penguasa Republik. Ekonomi rakyat tak diperhatikan, pendidikan morat-marit, dan Jakarta dalam pandangan Daud Beureueh hanya sibuk bertikai dalam sistem politik parlementer. Dan yang terpenting status otonomi khusus, yang memungkinkan Aceh memiliki sistem pemerintahan sendiri dengan asas Islam, tak kunjung dipenuhi Sukarno.

Itulah sebabnya Daud Beureueh lalu bergandengan tangan dengan Kartosoewirjo, pemimpin Darul Islam di Jawa Barat, yang lebih dulu mengibarkan bendera perang. Tak jelas benar siapa yang lebih dulu “membuka kata” untuk sebuah kongsi yang bersejarah ini. Menurut sebuah dokumen rahasia yang belakangan terungkap, Daud Beureueh dan orang kepercayaannya, Amir Husin al-Mujahid, pernah berunding dengan Kartosoewirjo di Bandung pada 13 Maret 1953.

Utusan Kartosoewirjo, Mustafa Rasyid, pernah pula dikirim ke Aceh untuk membicarakan hal yang sama. Mustafa ditangkap tentara Indonesia ketika kembali ke Jawa pada Mei 1953. Kemarahan Daud Beureueh terhadap pemerintahan Sukarno mendapat dukungan publik Aceh. Dalam kongres ulama Aceh di Medan, yang dilanjutkan dengan kongres PUSA di Langsa, April 1953, menggumpallah iktikad melawan Jakarta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Orang-orang Jawa dan Medan mereka sebut sebagai “kafir yang akan merebut Aceh.” Sukarno mereka sebut sebagai presiden yang hanya akan memajukan agama Hindu. Puncaknya adalah maklumat perang yang ditulis Daud Beureueh pada September 1953. Dia mendirikan Negara Islam Indonesia atau NII Aceh. Dalam maklumat tersebut, proklamasi NII Aceh tersebut sekaligus menandai lenyapnya Pemerintah Aceh di Tanah Jeumpa.

“Dengan lahirnya proklamasi Negara Islam Indonesia Aceh dan daerah sekitarnya, lenyaplah kekuasaan Pemerintah Pancasila di Aceh,” demikian bunyi makmulat yang dikirim hingga ke desa-desa.

Jakarta bukan bergeming. Sebelum tentara dikirim, Sukarno mendatangi Aceh untuk mendinginkan suasana. Tapi, seperti kunjungannya pada 1951, kunjungan menjelang perang berkobar itu disambut dingin. Pengamat politik Herbert Feith dalam artikelnya di jurnal Pacific Affairs pada 1963 mencatat betapa Sukarno tak berdaya disambut poster-poster antipresiden.

“Kami cinta presiden tapi lebih cinta agama,” begitu bunyi salah satu poster.

Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang punya latar belakang keislaman, relatif lebih berhasil. Dalam kunjungan pada Juli 1953, ia berhasil berunding dengan Daud Beureueh dan pulang ke Jakarta dengan keyakinan bisa mengatasi keadaan. Tak seperti Sukarno, Hatta sejak awal percaya bahwa pemberontakan daerah hanya bisa diatasi dengan menerapkan otonomi khusus dan federalisme.

Tapi Hatta justru dikepung oleh kritik politikus sekuler, terutama Partai Komunis Indonesia atau PKI. Dia dianggap ceroboh karena telah menggunakan pengaruhnya kepada Perdana Menteri Wilopo sehingga pemerintah tak mengambil tindakan apa-apa menghadapi Aceh hingga 1953. Pertempuran akhirnya memang tak terhindarkan di Aceh. Dan Daud Beureueh berdiri dalam pusaran konflik yang berkepanjangan.

Pemberontakan Daud Beureueh berlarut-larut. Sebagian pimpinan DI/TII menjalin kontak dengan pusat dan turun gunung, sementara itu rakyat lelah oleh perang. Pada 1961, ia menyerahkan diri kembali ke pangkuan Republik, selepas menjalani pemberontakan yang panjang. Dalam surat-menyuratnya dengan Kolonel M. Jassin, Panglima Kodam I Iskandar Muda, yang diutus untuk membujuk Daud Beureueh, ia menyatakan kesediaannya untuk turun gunung dengan lebih dulu diberi kesempatan bermusyawarah dengan kalangan ulama.

Ia bukan lagi pejabat, bukan pemimpin pemberontak, tapi pengaruhnya tak menyusut banyak. Awal Mei 1978, ia bahkan diasingkan ke Jakarta oleh pemerintah Orde Baru untuk mencegah karismanya menggelorakan perlawanan rakyat Aceh. Di Jakarta, meski dipinjami kendaraan pribadi dan biaya hidupnya ditanggung pemerintah, Daud Beureueh menderita. Kesehatannya merosot tajam.

“Tak ada penyakit yang serius yang diidap Teungku Daud kecuali penyakit rindu kampung halaman,” kata El-Ibrahimy.

Ia tutup usia di tanah Aceh pada 1987. Napasnya berhenti hanya dua tahun sebelum pemerintah menetapkan Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM)— masa yang membuat luka di Tanah Rencong kembali terbuka. Ini adalah operasi kontra-pemberontakan yang diluncurkan pada awal 1990-an sampai 22 Agustus 1998 melawan gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka atau GAM di Aceh.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | MAJALAH TEMPO

Pilihan Editor: Profil daud Beureueh Pejuang yang Dicap Pemberontak Asal Pidie Aceh

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

UNHCR Pastikan akan Tetap Lindungi Pengungsi Rohingya di Indonesia

18 jam lalu

Petugas Basarnas Pos SAR Meulaboh memeriksa imigran etnis Rohingya sebelum proses evakuasi di perairan laut Desa Padang Bakau, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Aceh, Kamis 24 Oktober 2024. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi kesehatan pengungsi Rohingya sebelum proses evakuasi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
UNHCR Pastikan akan Tetap Lindungi Pengungsi Rohingya di Indonesia

UNHCR akan tetap memberikan akses dan fasilitas kepada para pengungsi Rohingya di Indonesia, dan memenuhi kebutuhan para pengungsi


Respons Pengungsi Rohingya soal Kampanye Kebencian yang Menolak Mereka

19 jam lalu

Petugas Basarnas Pos SAR Meulaboh memeriksa imigran etnis Rohingya sebelum proses evakuasi di perairan laut Desa Padang Bakau, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Aceh, Kamis 24 Oktober 2024. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi kesehatan pengungsi Rohingya sebelum proses evakuasi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Respons Pengungsi Rohingya soal Kampanye Kebencian yang Menolak Mereka

Pengungsi Rohingya berharap kampanye penolakan pada mereka di Aceh diselesaikan dengan baik oleh pemerintah Indonesia


1 Mayam Berapa Gram Emas? Ini Perhitungan yang Digunakan Masyarakat Aceh

8 hari lalu

Suasana penjualan perhiasan emas di Galeri24 Salemba, Jakarta, Senin 30 September 2024. Harga emas berpotensi naik pekan depan setelah mengalami stagnasi selama beberapa hari terakhir. TEMPO/Tony Hartawan
1 Mayam Berapa Gram Emas? Ini Perhitungan yang Digunakan Masyarakat Aceh

1 mayam ada berapa gram? Perhitungan berat ini digunakan oleh masyarakat Aceh untuk mengukur berat emas. Berikut ini penjelasan lengkapnya.


Cerita Tersangka Kurir Narkoba Asal Aceh yang Ditangkap BNN, Tergiur Upah 10 Juta

8 hari lalu

Barang bukti 15 kilogram narkotika jenis sabu, 10.345 butir narkotika jenis ekstasi dengan berat netto 3.021,8 gram yang ditunjukkan dalam konferensi pers di Kantor BNN, Cawang, Jakarta, Jumat, 20 September 2024. BNN meringkus penyelundupan narkotika jaringan internasional Thailand-Malaysia-Indonesia melalui perairan wilayah Aceh yang akan diedarkan di wilayah Sumatera Utara dan Palembang. Pada kasus ini, BNN berhasil menemukan 15 kilogram narkotika jenis sabu, 10.345 butir narkotika jenis ekstasi dengan berat netto 3.021,8 gram. TEMPO/Ilham Balindra
Cerita Tersangka Kurir Narkoba Asal Aceh yang Ditangkap BNN, Tergiur Upah 10 Juta

BNN menemukan total 20 bungkus narkoba jenis sabu seberat 19.987 gram yang disembunyikan di beberapa tempat dalam mobil yang disergap di Bogor.


Uniknya Kopi Khop dari Aceh yang Disajikan dengan Gelas Terbalik

9 hari lalu

Kopi khop di Banda Aceh. (ANTARA/HO- instagram kopi khop)
Uniknya Kopi Khop dari Aceh yang Disajikan dengan Gelas Terbalik

Penyajiannya yang berbeda inilah yang memikat perhatian baik dari kalangan penikmat kopi maupun bukan, untuk mencobanya secara langsung.


Polres Tangerang Selatan Tangkap 15 Orang Diduga Miliki 642 Kilogram Ganja Kering Siap Edar

11 hari lalu

Ilustrasi ganja.  REUTERS/Blair Gable
Polres Tangerang Selatan Tangkap 15 Orang Diduga Miliki 642 Kilogram Ganja Kering Siap Edar

Satnarkoba Polres Kota Tangerang Selatan mengamankan 642 kilogram ganja kering siap edar.


6 Wartawan Al Jazeera di Gaza Masuk Daftar Hitam Israel

11 hari lalu

Logo Al Jazeera Media Network. REUTERS
6 Wartawan Al Jazeera di Gaza Masuk Daftar Hitam Israel

Israel mengkalim punya sejumlah dokumen yang menyebut enam wartawan itu sebagai anggota Hamas dan bekerja sama dengan Islamic Jihad.


BNN Sita 624.507 Kilogram Ganja dari Aceh yang Diselundupkan ke Sumatra Barat

17 hari lalu

Narkotika jenis ganja seberat 624,507 Kilogram yang berhasil diamankan BNN Sumbar pada Jumat 11 Oktober 2024 lalu. Ganja tersebut hendak diseludupkan oleh 7 orang tersangka ke wilayah Sumatra Barat. TEMPO/Fachri Hamzah.
BNN Sita 624.507 Kilogram Ganja dari Aceh yang Diselundupkan ke Sumatra Barat

BNN Sumatra Barat juga menyita barang bukti berupa 3 unit mobil yang digunakan untuk mengangkut belasan karung ganja asal Aceh itu


Cerita Eddy Hiariej dan Zainal Arifin Mochtar, Bersahabat meski Selalu Berdebat

20 hari lalu

Kolase foto. Edward Omar Sharief Hiariej (kiri) dan Zainal Arifin Mochtar. TEMPO/ Imam Sukamto, TEMPO/ Anwar Siswadi
Cerita Eddy Hiariej dan Zainal Arifin Mochtar, Bersahabat meski Selalu Berdebat

Cerita persahabatan dan perdebatan Eddy Hiariej dan Zainal Arifin Mochtar, ibarat DN Aidit dan Mohammad Natsir atau Tom dan Jerry?


Jokowi Bakal Resmikan Gedung Anak Muda yang Diinisiasi Budi Gunawan di Aceh

20 hari lalu

Presiden Jokowi meninjau Bendungan Temef saat peresmian di Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 2 Oktober 2024. Bendungan Temef yang diresmikan Presiden Jokowi tersebut mampu menyediakan air baku dengan kapasitas 131 liter per detik untuk masyarakat di dua Kabupaten, Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara. ANTARA/Mega Tokan
Jokowi Bakal Resmikan Gedung Anak Muda yang Diinisiasi Budi Gunawan di Aceh

Presiden Jokowi akan meresmikan sejumlah infrastruktur di Serambi Mekah.