TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar mengatakan anak-anak di Pulau Rempang kemungkinan mengalami trauma karena menjadi korban kericuhan yang pecah pada Kamis pekan lalu.
"Jika melihat yang terjadi kemarin, maka dimungkinkan anak dapat mengalami trauma ataupun kecemasan pascamengalami peristiwa tersebut,” kata Nahar dalam keterangannya, Senin, 11 September 2023 dikutip dari Antara.
KemenPPPA menilai anak-anak yang terdampak kericuhan di Pulau Rempang perlu pendampingan untuk mencegah dampak psikolgis berkepanjangan.
Selain itu, perlu ada penguatan kepada pihak sekolah dan orang tua agar dapat mendukung pemulihan kondisi anak serta memperkuat pengawasan dan perlindungan kepada anak guna mengantisipasi terulangnya kejadian.
Nahar menuturkan saat kericuhan terjadi di Pulau Rempang, siswa-siswi lari berhamburan keluar sekolah untuk menyelamatkan diri dan beberapa di antaranya juga terlihat menangis.
"Hal tersebut merupakan respons atas peristiwa negatif yang terjadi serta menunjukkan bahwa anak merasa panik dan ketakutan pada saat kejadian," kata Nahar.
KemenPPPA terus berkoordinasi dengan tim UPTD PPA Kota Batam dalam penanganan perlindungan khusus anak.
Pihaknya berharap Pemerintah Kota Batam dapat mencegah konflik agar tidak terulang dengan cara memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, dan meredam potensi konflik.
Kericuhan pecah di Pulau Rempang saat petugas BP Batam datang untuk melakukan pengukuran lahan. Warga yang menolak rencana pengosongan lahan untuk dijadikan kawasan Rempang Eco City terlibat bentrok dengan polisi.
Saat kericuhan, beredar video yang menangkap momen anak-anak berlarian karena tembakan gas air mata ke arah sekolah mereka. Hal ini dibenarkan oleh keterangan salah satu warga setempat.
Salah seorang warga, Bobi, mengatakan, saat mengevakuasi warga tiba-tiba gas air mata ditembakan ke sekolah. "Kondisi itu membuat anak-anak menangis dan belarian," katanya.
Padahal, kata Bobi, guru-guru SD tersebut sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakan ke arah sekolah. "Tetapi gas air mata sudah tiba di atap sekolah," ujarnya.
Suasana mencekam tersebut juga beredar di media sosial. Terlihat salah satu sekolah di Rempang dipenuhi asap. Di sisi lain guru terbirit-birit membawa beberapa murid untuk lari melalui pintu belakang sekolah.
Akibat kericuhan di Pulau Rempang, sebelas anak dilarikan ke RSUD Batam karena mengalami perih di mata, pusing, lemas, dan sesak nafas, karena terkena gas air mata.
ANTARA | YOGI EKA SAHPUTRA
Pilihan Editor: 39 Tahun Berlalu, Tragedi Tanjung Priok Masih Menyisakan Luka Bagi Keluarga dan Korban