TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari mengatakan, persoalan pengadaan program sistem proteksi tenaga kerja Indonesia atau TKI yang tengah diusut KPK sebenarnya sudah selesai sejak tahun 2017 silam atau empat tahun setelah ditemukan adanya kerugian negara.
Dita mengatakan, pada 2013 hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menemukan adanya kerugian negara dalam proyek tersebut senilai Rp 6 miliar.
"Memang ada temuan BPK, lupa (sekitar) 2013, kerugian negara Rp 6 miliar, tapi selesai secara administratif tahun 2017," kata kata Dita ditemui Tempo di ruangannya, Kamis, 7 September 2023.
Ia mengatakan, dalam hasil audit BPK, ditemukan adanya kesalahan spesifikasi hardware dalam pengadaan sistem tersebut, karena ada beberapa barang yang di-customize, sehingga perlu ada biaya tambahan dalam pelaksanaannya.
"Pada waktu itu ada beberapa barang yang sifatnya customizing, jadi memang dirakit untuk kebutuhan itu, karena barang cutomize itu kan pasti ada biaya perakitan, ada biaya reprograming, dan sebagainya," kata Dita.
Namun, kata Dita, BPK menganggap hal itu merugikan negara, karena adanya pekerjaan tambahan.
"Di BPK (biaya tambahan) itu nggak bisa, jadi kalau misalnya tv yang harus di-costumize dari satu menjadi empat agar bisa menjadi screen besar, hanya dihitung per unitnya, nggak dihitung biaya misalnya reprogramingnya, biaya tenaga, biaya costumize-nya disitu, itu soal lain," kata Dita.
Dita menambahkan, peristiwa itu pun sebenarnya telah diselesaikan secara administratif dengan melakukan pengembalian kerugian negara ke BPK secara cicilan.
"Jadi memang ada temuan BPK, ya kami itikad baik lah, kalau memang dianggap ini ada kekeliruan kami selesaikan secara administratif, dicicil lunas 2017, setelahnya tidak muncul lagi dalam audit BPK hingga kami mendapatkan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," kata Dita.
Dita pun mengaku kaget setelah KPK secara tiba-tiba menyelidiki kasus belasan tahun tersebut. Padahal menurutnya peristiwa itu tidak menimbulkan fraud dan kerugian negara telah dikembalikan.
"Yang nggak boleh bagi BPK itu fraud, barang nggak ada bilang ada, kalau fraud pasti pidana, tapi ini tidak fraud, barangnya ada cuma tidak memenuhi kualifikasi BPK," kata Dita.
Politikus PKB itu menambahkan, selama adanya temuan BPK hingga sebelum kasus ini dibuka kembali pun, belum pernah sekalipun KPK melakukan penyelidikan.
"Nggak pernah (KPK periksa), dari dulu nggak ada," kata Dita.
KPK menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan program sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) sejak pertengahan Agustus 2023. Lembaga Antirasuah itu sempat menggeledah kantor Kemnaker, di Jakarta Selatan pada Jumat sore, 18 Agustus 2023.
KPK juga telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Namun belum diumumkan siapa saja nama-nama para tersangka tersebut.
Menurut informasi, ketiga tersangka itu adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker, I Nyoman Darmanta, Reyna Usman yang saat kasus ini terjadi menjabat Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Direktur PT Adi Inti Mandiri Karunia.
Bakal calon wakil presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin pun ikut terseret dalam kasus tersebut dan diperiksa sebagai saksi.
Alasannya, karena kala itu, Cak Imin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014.
Ia pun kemarin mendatangi KPK dan menjalani pemeriksaan oleh penyidik. "Hari ini saya membantu KPK untuk menuntaskan penyelesaian kasus korupsi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2012, dalam hal ini ada program perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri," kata Cak Imin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA