TEMPO.CO, Semarang - Pimpinan majelis dan pondok pesantren (ponpes) di Kota Semarang, BA diduga melecehkan sejumlah santri serta jamaahnya. Korban kekerasan seksual tersebut ada yang masih berusia di bawah umur. Saat ini, BA sedang menjalani proses hukum di Polrestabes Semarang.
Kasus ini mencuat setelah seorang korban mengaku dan kemudian mengadu pada 8 Agustus 2022. "Korban mengadu bahwa telah mengalami kekerasan seksual dari yang bersangkutan," ujar Iis Amalia, pendamping psikologi korban dari dari Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Semarang, Rabu 6 September 2023.
Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Jawa Tengah dibantu mantan jamaah majelis tersebut mencari korban lain. "Total yang sudah mengadu kepada kami ada enam korban," kata dia.
Iis mengatakan santri yang menjadi korban pelecehan awalnya hanya tinggal sementara atau transit di pesantren pimpinan BA. Rencananya dari pesantren BA akan dimasukkan ke pondok pesantren di Malang. "Saat ditransitkan tersebut anak ini mengalami kekerasan seksual," sebut dia.
Berdasarkan konseling yang telah dilakukan, korban mengalami kecemasan, depresi, dan somatisasi. Kasus ini telah dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Besar atau Polrestabes Semarang.
Modus pelaku ketika melakukan pelecehan korban adalah dengan menggunakan narasi ajaran agama. Dia mengaku sebagai wakil orang tua dan harus dipatuhi perintahnya. "Beberapa korban dengan modus sebagai seorang murid harus manut dengan guru," sebutnya.
Dia mengungkapkan, kekerasan seksual yang dialami oleh korban sebanyak tiga kali. "Sejak tahun 2021, di pondok dan salah satu hotel di Kota Semarang," ungkapnya.
Pilihan Editor: Polda Jawa Tengah Ambil Alih Kasus Pencabulan Santriwati di Pesantren Karanganyar