TEMPO.CO, Jakarta - Pomdam Jaya telah menetapkan anggota Paspampres, Praka RM, dan dua anggota TNI lainnya sebagai tersangka dalam kasus penculikan dan penganiayaan hingga menewaskan Imam Masykur, warga Bireun Aceh yang tinggal di Jakarta.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Hamim Tohari menjamin tak ada impunitas atau pembebasan dari hukuman bagi anggota Paspampres Praka RM, Anggota Direktorat Topografi Praka HS dan Anggota Kodam Iskandar Muda Praka J.
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga pernah memberikan penekanan bahwa TNI tidak akan memberikan impunitas bagi anggota yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Dalam kasus kasus Mayor Dedi Hasibuan yang menggeruduk Polrestabes Medan pada Sabtu, 5 Agustus 2023. Sebelumnya, Yudo pun menegaskan tidak ada impunitas di kasus dugaan suap yang menimpa Kepala Basarnas.
"Tidak ada impunitas, tidak ada menutup-nutupi, tidak ada. Saya sudah sampaikan kita tegas kalau ada prajurit-prajurit yang melakukan pelanggaran," kata Yudo Margono pada 7 Agustus 2023.
Apa itu Impunitas?
Impunitas adalah sebuah istilah yang secara resmi didefinisikan sebagai pembebasan atau pengecualian dari tuntutan, hukuman, atau kerugian kepada individu yang melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Dalam hal ini, pelanggaran hak asasi manusia dapat mencakup berbagai tindakan yang merugikan dan merampas martabat seseorang.
Secara etimologis, istilah "impunitas" berasal dari kata "impune" dalam Bahasa Latin yang berarti tanpa hukuman atau kebal. Istilah ini mencerminkan kenyataan bahwa tindakan kejahatan atau pelanggaran hak asasi manusia sering kali tidak dikenai sanksi hukum yang sewajarnya.
Dilansir dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, impunitas sering kali terjadi karena penolakan atau kegagalan pemerintah dalam mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan terhadap pelaku pelanggaran.
Dalam beberapa kasus, pemberian pengampunan oleh pejabat pemerintah juga dapat dianggap sebagai bentuk impunitas.
Kegagalan negara dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia memiliki konsekuensi serius. Pelanggaran semacam itu mencakup berbagai jenis, mulai dari kekerasan fisik hingga pelanggaran terhadap kebebasan individu.
Impunitas tidak hanya merugikan korban langsung, tetapi juga menciptakan budaya ketidakadilan yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemerintah.
Impunitas terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, Pasal 50 KUHP yang berbunyi, “Bahwa orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang, tidak dapat dipidana.”
Pasal 51 Ayat 1 KUHP berbunyi, “Bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, maka orang itu tidak dapat dipidana.”
TNI telah menunjukkan komitmen terhadap prinsip penegakan hukum dan keadilan. Tindakan keras terhadap anggota yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan lainnya adalah bagian dari upaya untuk memastikan bahwa impunitas tidak memiliki tempat dalam institusi yang seharusnya menjadi pelindung dan penjaga keamanan.
M RAFI AZHARI | MUHAMMAD SYAIFULLOH
Pilihan Editor: Jejak Impunitas dalam Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia