TEMPO.CO, Surabaya - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mengecam keras kasus siswi digunduli guru yang dialami anak didik kelas IX SMPN 1 Sukodadi Lamongan , Jawa Timur. Tindakan itu dilakukan guru berinisial EN pada Rabu, 23 Agustus 2023.
EN diketahui membotaki rambut bagian depan para siswi dengan mesin cukur karena mereka mengenakan jilbab tanpa ciput. Padahal, tidak ada aturan sekolah yang mewajibkan para siswi harus mengenakan ciput di SMPN 1 Sukodadi.
Berdasarkan pemantauan media yang dilakukan oleh YLBHI-LBH Surabaya, EN hanya mendapat sanksi pembinaan non-job dari Dinas Pendidikan Lamongan, yaitu ditarik di dinas pendidikan setempat dengan status tanpa jabatan dan tidak diperbolehkan mengajar di SMPN 1 Sukodadi hingga waktu yang tidak ditentukan.
Berkaitan dengan kasus ini, perlu dicermati bahwa salah satu perwujudan prinsip The Right to Survival and Development atau hak untuk hidup dan berkembang bagi anak adalah setiap anak dalam memperoleh hak atas pendidikan, termasuk ketika anak berada di dalam lingkungan satuan pendidikan, agar terhindar dari tindak kekerasan fisik maupun psikis.
Melihat bagaimana aksi pembotakan terhadap para siswi di SMPN 1 Sukodadi Lamongan menunjukkan bahwa upaya perlindungan anak dari kekerasan fisik berakibat pada kondisi psikis anak yang menjadi korban tindakan pembontakan rambut bagian depan yang dilakukan guru. Padahal, seharusnya lingkungan sekolah menjadi ruang aman bagi anak untuk mendapatkan penikmatan atas hak pendidikan.
“Tindakan EN dalam kasus ini yang secara paksa melakukan aksi pembotakan rambut bagian depan siswi-siswinya termasuk ke dalam bentuk kekerasan. Bukan tak mungkin tindakan itu melanggar Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014),” ujar Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye LBH Surabaya Habibus Salihin dalam keterangannya, Rabu, 30 Agustus 2023.
Di sisi lain, sejatinya atribut ciput bagi siswi SMP berjilbab bukan merupakan bagian dari pakaian seragam sekolah bagi Peserta Didik SMP berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Sehingga, menurut Habibus, pemaksaan penggunaan ciput yang dilakukan oleh EN juga termasuk kategori tindakan intoleransi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 1 Permendikbudristek 46/2023 karena memaksa peserta didik mengenakan pakaian atau aksesoris yang tidak termasuk seragam sekolah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
LBH Surabaya pun mendesak Polres Lamongan untuk segara mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan memastikan keadilan bagi korban. Tindakan semacam ini tidak hanya merugikan para korban secara fisik dan psikologis, tetapi juga mengancam prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perlindungan anak.
“Perlu ditegaskan pula bahwa tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh EN merupakan delik biasa sehingga proses hukum teap dijalankan sebagaimana mestinya,” ujar dia.
Sementara itu anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal menyesalkan tindakan guru Bahasa Inggris sekaligus Pembina Pramuka di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan yang menggunduli 14 siswi karena tidak memakai ciput untuk menutup rambut saat memakai hijab.
"Mendidik memang tidak mudah, tetapi sebagai pendidik, seorang guru seharusnya bisa lebih menahan diri, tidak memakai ciput bukanlah suatu pelanggaran. Itu hanya sebuah mode dan pelengkap dalam berhijab," kata Illiza di Banda Aceh seperti dilansir Antara, Senin, 28 Agustus 2023.
Mantan Wali Kota Banda Aceh ini berujar berhijab merupakan sebuah kewajiban, sedangkan mengenakan ciput itu bagian dari pelengkap dan penyempurnaan hijab agar rambut bagian depan tidak terlihat. Illiza berharap kepada guru di seluruh Indonesia agar kembali mengedepankan aspek persuasif dalam melakukan pendidikan, dengan kelembutan hati serta kesabaran.
"Apapun alasannya tindakan seperti itu tentu tidak dibenarkan dalam pendidikan. Sebaiknya mereka diberikan peringatan terlebih dahulu, kemudian diedukasi bagaimana mengenakan hijab yang benar dan tentu saja tidak mengedepankan emosi semata," ujarnya
Pilihan Editor: Viral Belasan Siswi SMP di Lamongan Dibotaki Guru, Anak Disebut Bisa Alami Trauma