TEMPO.CO, Jakarta - Titik kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terjadi hampir di seluruh provinsi Kalimantan, khususnya berada di titik Kalimantan Barat dengan intensitas titik api sedang hingga tinggi. Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ully Artha Siagian menyampaikan kejadian karhutla di Kalimantan yang terus terulang karena pemerintah tidak serius mengurus Sumber Daya Alam (SDA).
“Karhutla ini kejadian yang terus menerus mengulang, akar persoalannya adalah salah urusnya negara dalam konteks pengelolaan sumber-sumber kehidupan/Sumber Daya Alam,” ujar Ully Artha kepada Tempo pada, Ahad, 20 Agustus 2023.
Ully menerangkan salah urusnya negara tersebut mengkibatkan tidak adanya perlindungan yang ketat terhadap wilayah-wilayah yang penting dan rentan. Salah satunya lahan gambut dan hutan. Lebih lanjut, Ully menjelaskan lahan gambut dan hutan di Kalimantan sudah banyak dibebani dengan perizinan, baik perizinan monokultur sawit, pertambangan, dan izin di sektor kehutanan lainnya.
“Walhi mencatat ada 900 perusahaan yang beroperasi di lahan gambut dan hutan. Lahan gambut dan hutan yang menjadi wilayah rentan tidak mendapatkan perlakuan atau perlindungan secara khusus,” kata Ully Artha.
Walhi, kata Ully, menyebut ada dua hal yang menyebabkan aksi pembakaran hutan, yaitu faktor yang disengaja dan tidak sengaja.
Faktor pembakaran yang disengaja kemudian dibagi lagi menjadi dua, yang pertama, disengaja banyak dilakukan perusahaan dengan lakukan pembakaran hutan untuk land clearing (pembukaan lahan). Land clearing dengan membakar, kata dia, maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah.
“Karena dengan land clearing membakar, cost yang dikelaurkan lebih murah, ketimbang melakukan land clearing tidak membakar,” ucap Ully.
Faktor sengaja lainnya, lanjut dia, membakar untuk mengajukan asuransi. "Setiap konsesi memiliki asuransi, dan kemudian sengaja dibakar agar bisa mengakses asuransi, dua model tersebut adalah mengapa kejadian pembakaran hutan terjadi," ucapnya.
Dalam identifikasi Walhi di 2015-2019, titik api karhutla banyak terdapat di konsensi di sawit konsensi hutan tanaman industri dan hutan alam. Walhi juga telah mengeluarkan briefing paper pada Juni 2023 lalu, yang berisi analisis dan pantuan lapangan terhadap implementasi restorasi gambut yang dilakukan oleh Pemerintah.
Analisis tersebut dilakukan terhadap 8 kawasan hidrologis gambut (KHG) yang sebagian besar wilayah masih berstastus konsesi 8 perusahaan perkebunan sawit dan 4 perusahaan hutan tanaman industri. Dua dari 8 KHG adalah wilayah target restorasi pemerintah tahun 2017-2020, sementara sisanya adalah kawasan eks kebakaran 2015-2016 non-kawasan target restorasi negara.
Arahan restorasi pemerintah sudah diberikan kepada PT MPK, PT GYP, dan PT SKM sebagaimna yang tertulis dalam dokumen Rencana Restorasi Gambut (RRG) Provinsi Kalimantan Barat 2017-2020. Rencana restorasi nyatanya tidak dijalankan secara serius oleh pemilik perusahaan.
Salah satunya PT GYP yang belum menjalankan perintah penanaman kembali di areal bekas kebakaran 2015-2016 seluas 0,16 hektar dan ditemukan fakta tentang lokasi bekas kebakaran tidak ditanami apapun, hanya didirikan pos penjaga dan menara pantau. Perusahaan tersebut juga dinilai lalai melindungi tutupan hutan di areal gambut lindung.
Begitu juga dengan arahan restorasi yang diberikan kepada PT MPK yang belum menjalankan arahan pembuatan 85 sekat kanal sekunder dan tersier di ruas kanal sepanjang 17.007,82 meter dan juga pembuatan 4 unit sekat kanal sekunder dan tersier di ruas kanal sepanjang 7.121,28 meter. PT SKM juga abai dalam arahan pemerintah untuk pembangunan 16 unit sumur bor dan dinilai lamban dalam menjalankan arahan pembuatan 10 unit sekat kanal di ruas kanal sepanjang 1.800,20 meter dan 1 unit sepanjang 52,03 meter.
Di luar area target restorasi pemerintah tersebut, Walhi Kalimantan Barat juga menemukan fakta lapangan, terdapat 99 titik areal budidaya dan 167 titik areal gambut lindung yang terbakar pada 2015-2016 hingga kini belum direstorasi oleh para pemilik konsesi tersebut.
Walhi juga menerangkan bahwa pemerintah daerah dan pusat tidak terlihat akan mengambil alih proyek restorasi di kawasan tersebut. Walhi menduga kawasan bekas kebakaran 2015-2016 itu tidak masuk dalam kawasan target restorasi 2017-2020.
AKHMAD RIYADH
Pilihan Editor: Meningkat, Sehari Terjadi 10 Kebakaran Hutan dan Lahan di Palangka Raya