TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi menemukan adanya ketidaksinkronan data dari KPU antara total jumlah caleg yang memenuhi syarat dan total jumlah caleg hasil penjumlahan caleg laki-laki dan perempuan.
Diketahui sebelumnya pada Jumat, 18 Agustus 2023 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan serta menetapkan Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilu 2024. Dari total 10.323 bacaleg yang didaftarkan oleh 18 parpol peserta pemilu 2024, hanya 9.925 caleg yang dinyatakan memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai calon sementara oleh KPU.
Data KPU mencatat jumlah caleg yang memenuhi syarat sebanyak 9.925 caleg. Angka 9.925 caleg ini tidak sama dengan total jumlah caleg berdasarkan jenis kelamin yang terdiri dari 6.245 caleg laki-laki dan 3.674 caleg perempuan, yang jikalau ditotalkan ini berjumlah 9.919 orang caleg.
Ketidaksinkronan pada jumlah keseluruhan caleg yang ditetapkan dalam DCS di atas disinyalir bersumber dari ketidakcermatan KPU dalam menginput dan menjumlahkan caleg yang menenuhi syarat pada tiga parpol yakni Partai Gelombang Rakyat Indonesia, Partai Garda Republik Indonesia, dan Partai Bulan Bintang.
Diketahui dari data KPU bahwa pada Partai Gelombang Rakyat Indonesia tertulis jumlah caleg yang memenuhi syarat adalah 396 orang, dengan rincian 252 orang caleg laki-laki dan 145 orang caleg perempuan. Jumlah caleg laki-laki dan perempuan adalah 397 orang. Penghitungan yang tepat mestinya menghasilkan angka yang sama antara jumlah caleg yang memenuhi syarat dan total caleg laki-laki dan perempuan.
Hal serupa terjadi pada Partai Garda Republik Indonesia, tercatat jumlah caleg yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 573 orang. Sementara gabungan caleg laki-laki dan perempuannya menghasilkan angka 570 yang terdiri dari 336 orang laki-laki dan 234 orang perempuan.
Partai Bulan Bintang atau PBB juga mengalami hal demikian. Jumlah caleg yang memenuhi syarat yakni 474 orang, sedangkan penggabungan jumlah caleg laki-laki dan perempuannya hanya 470 orang.
Ketidaksinkronan dari data-data tersebut di atas kemudian membuat kinerja KPU dipertanyakan. Peneliti Formappi Lucius Karus, mengatakan bahwa ketidaktelitian ini merupakan awal yang buruk untuk mengawal pemilu yang jujur dan adil.
Menurut dia, ironinya, sudah tertutup, mereka justru mengharapkan publik yang mempelajari track record caleg.
“Ketidaktelitian ini merupakan awal yang buruk bagi kita untuk mengawal pemilu yang jujur dan adil. Apalagi KPU sendiri nampak tak sedikit pun punya semangat untuk menjamin pemilu yang jurdil ketika mereka lebih suka menutup-nutupi biodata caleg. Ironinya sudah tertutup, mereka justru mengharapkan publik yang mempelajari track record caleg,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu, 19 Agustus 2023.
Lucius mempertanyakan, dari mana publik bisa mengetahui track record caleg jika KPU sebagai satu-satunya sumber informasi kredibel justru tak punya niat untuk menyediakan informasi terkait rekam-jejak para caleg. Dirinya menyatakan bahwa hal ini sudah terbilang parah. Ia pun mempertanyakan soal kinerja KPU. “KPU ini kerja untuk siapa, sih? Punya jargon 'KPUMelayani tetapi yang dilayani bukan pemilih tetapi cenderung peserta pemilu. Parah..,” kata Lucius.
Lucius berharap dari hal ini KPU bisa segera berbenah agar semakin bisa dipercaya publik.
Pilihan Editor: Terpopuler: Heboh Budiman Sudjatmiko Merapat ke Prabowo, Kasus Mahasiswa UIN Surakarta Ternyata Bukan Pinjol
I GUSTI AYU PUTU PUSPASARI