INFO NASIONAL – Layar besar menampilkan foto-foto hitam putih. Menggambarkan Presiden Sukarno yang menyampaikan pidato penting Di depan puluhan anggota BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) pada Jumat, 1 Juni 1945. Tanggal penting yang jadi perlambang lahirnya Pancasila.
Di hari itu pula, Sukarno menguak kembali tradisi masyarakat Nusantara yang sarat akan gotong royong, serta bermufakat dalam memutuskan berbagai hal. Musabab itulah, sistem pemerintahan di Indonesia haruslah berdasarkan permusyawaratan, bukan monarki.
“Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid. Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal!” kata Sukarno penuh gelora.
Perumus dasar negara dan sistem pemerintahan juga diucapkan Sopemo dan Muhammad Yamin, hingga akhirnya Pancasila memiliki susunan lima sila seperti yang berlaku saat ini. Demikian pula, 'Badan Permusyawaratan' ditindaklanjuti dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945, yang menjadi cikal bakal Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, sebuah momentum bersejarah konsensus final penerimaan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. Rumusan tersebut lalu dituangkan di dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI sebagai bagian tak terpisahkan dari UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia merdeka.
“Kedua peristiwa bersejarah itulah yang kemudian disahkan menjadi Hari Besar Nasional bangsa Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, dan melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi yang pada hari ini kita peringati bersama hari ulang tahunnya yang ke-78,” ujar Ketua MPR, Bambang Soesatyo setelah pemutaran video di acara peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-78 MPR RI di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat, 18 Agustus 2023.
Hari Besar Nasional ini, kata Bamsoet, perlu diperingati setiap tahun untuk memperkuat semangat kesatuan dan persatuan bangsa, dan mengingatkan landasan dan tujuan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Peringatan Hari Lahir MPR yang dilaksanakan bersamaan dengan Hari Konstitusi ini memiliki makna yang sangat mendalam, bukan hanya bagi MPR, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Kewenangan dan tugas MPR diarahkan untuk dapat mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara secara konstitusional, serta berkontribusi mendukung keberlanjutan pembangunan bangsa,” tuturnya.
Selain itu, Bamsoet melanjutkan, satu hal penting yang patut menjadi perhatian bangsa ini dalam peringatan Hari Konstitusi, yakni pengingat agar mengimplementasikan konstitusi dengan sungguh- sungguh, bukan sekadar di atas kertas.
“Ini berarti kita harus selalu menegakkan supremasi hukum, menjunjung tinggi prinsip checks and balances, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara,” kata dia.
Peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-78 MPR RI tahun ini mengusung tema “Pemilu 2024: Mewujudkan Demokrasi Konstitusional yang Mempersatukan Bangsa”. Menurut Bamsoet, hal ini mengartikan bahwa tindakan negara dan penyelenggara negara memerlukan persetujuan rakyat. Kekuasaan tidak boleh digunakan secara semena-mena tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat.
“Kehendak seluruh rakyat adalah hukum tertinggi yang dituangkan di dalam konstitusi. Karena itu, konstitusi disebut sebagai hukum tertinggi suatu negara (the supreme law of the land). Konsekuensinya, semua peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi,” ucap Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Dalam rangka persatuan bangsa itu pula, Bamsoet kembali mengimbau semua pihak menjadikan Pemilu 2024 berjalan damai dan tidak terpecah belah. “Pilihan politik yang berbeda tidak sepatutnya menjadi penyebab terpecah belahnya bangsa kita yang kaya akan keberagaman suku bangsa, agama, ras, golongan, dan budaya.”
Semua pihak patut mengingat para pendiri bangsa yang telah memilih semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai wujud pengakuan keberagamaan sekaligus komitmen bersama hidup sebagai satu bangsa dalam wadah NKRI.
Para pendiri bangsa juga membuktikan mampu menyikapi perbedaan secara arif, mampu menyelesaikan dinamika sosial–politik dengan bijak dan penuh kedamaian. “Karena itu, kita juga meyakini bahwa penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 juga akan berjalan dengan damai dan mempersatukan bangsa,” ujar Bamsoet. (*)