TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbagi memori dengan para sahabat seperti Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI ke-11 Boediono, dan semua yang dulu pernah bersama-sama mengemban tugas di pemerintahan. Memori pertama yang disampaikan SBY adalah dulu mereka ingin berbuat baik dalam mengatasi segala permasalahan bangsa tanpa mengeluh.
“Karena itulah tugas kita, tanggung jawab kita, kewajiban kita, tanpa harus menyalahkan masa lalu. Kita juga ingin membuat Indonesia kita makin maju. Inilah tekad semangat tujuan dan misi kita,” kata SBY dalam peresmian Museum dan Galeri SBY-Ani di Pacitan, Kamis, 17 Agustus 2023. Memori itu, ujar SBY, akan tercermin dalam ruang-ruang bersejarah di museum tersebut.
SBY menyampaikan bahwa mereka juga dulu mempunyai mimpi yang indah untuk negara dan rakyat Indonesia. “Kita semua berupaya membuat mimpi indah itu jadi kenyataan, for our love country, for our people, itu memori pertama,” ujarnya.
Memori kedua, kata SBY, mereka dulu dalam mencapai tujuan maupun mengemban misi memilih menggunakan cara yang patut. “Kami peduli pada cara untuk mencapai sebuah tujuan,” ucapnya. Ia menyampaikan tidak memilih cara yang tidak patut sebagaimana ajaran seperti ajaran filsuf Niccolo Machiavelli yang menghalalkan segala cara. “Untuk itu, kita juga masih ingat, kita tidak mau meninggalkan apalagi melanggar dalam mencapai tujuan, dalam mengatasi permasalahan yang kadang-kadang sangat berat, seolah tidak mungkin bisa kita lakukan,” tuturnya.
Tetapi, SBY menyatakan mereka teguh pada sikap dan pendirian untuk tidak melanggar konstitusi, pranata hukum, kaidah moral dan etika, nilai-nilai keadilan, serta demokrasi. Memang dengan pilihan dan prinsip seperti itu dalam mengatasi masalah serta memajukan kehidupan bangsa, menurut SBY, tantangan yang dihadapi luar biasa. Jalan yang mereka tempuh sering tidak mudah.
“Kita masih ingat, kita harus sangat sabar, tetap tegar, dan tidak pernah berhenti ikhtiar. Banyak yang berkomentar kok berat seklai rasanya jadi presiden, wapres, menteri dalam mengemban tugas, mengatasi masalah, dalam memajukan bangsa ini,” ujarnya. Namun yang pasti satu hal, SBY menyampaikan tidak akan pernah menyesal atas pilihannya dulu, atas prinsip yang ia anut. “Kami sungguh tidak ingin menyalahgunakan kekuasaan yang kami miliki,” ucap SBY.
Berbicara soal kekuasaan, SBY bercerita masuklah pada memori ketiga soal bagaimana ia memaknai kekuasaan. “The meaning of power. Concept of power. The origin of power. And the use, or the exercise of power,” ujarnya. Ia menjadi politikus saat itu ingin mendapatkan kekuasaan secara sah dan halal. Setelah mendapatkan kekuasaan atas izin Allah berupa mandat dan kepercayaan dari rakyat, SBY menyatakan menggunakan kekuasaan secara baik. “Bukan hanya cara memperoleh kekuasaan, tetapi dalam menggunakan kekuasaan, kami ingin patuh, baik, dan benar,” tuturnya.
Ia pun mengingatkan kepada para sahabatnya yang hadir agar bersyukur bahwa dengan pilihan dan prinsip yang mereka anut dulu, yang ternyata konsekuensinya luar biasa berat dan tidak mudah tugas yang diemban. “Kita selalu merujuk menghormati semua pranata bernegara, mulai dari konstitusi, undang-undang, the rule of law, nilai-nilai demokrasi. Tetapi alhamdulillah sebagian besar rujukan dan sasaran bisa kita capai,” ucap Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.
Secara jujur, SBY mengakui sebagian dari tujuan dan sasaran tidak sepenuhnya dicapai. “Itu terjadi di seluruh dunia. Tetapi kalau kita saksikan nanti di dalam (museum), semua data fakta angka, kembali bersyukur, daripada yang tidak kita capai, lebih banyak yang kita capai dan wujudkan. Itulah tiga memori berkaitan dengan kebersamaan kita dulu ketika mengemban tugas negara dan menjalankan amanah rakyat Indonesia,” ujar SBY.
Pilihan Editor: Buka Museum dan Galeri di Pacitan, SBY: Untuk Raih Cita-cita Besar Tak Ada Jalan Lunak