Pemberian proyek didasasari dengan kesepakatan Piton bakal memberikan fee buat Lukas Enembe. Atas kesepakatan itu, perusahaan Piton mendapatkan 10 proyek selama 2013 sampai 2022, di antaranya pembangunan Jalan Kanggime-Mamit 2013, pembangunan Jalan S. Toli pada 2014 dan peningkatan Jalan Kanggime-Kembu pada 2022. Seluruh nilai proyek yang didapatkan Piton diduga mencapai Rp 198 miliar. Dari proyek itu, KPK menduga Lukas menerima fee berbentuk uang maupun barang secara bertahap mulai dari 2017 sampai 2022 dengan nilai hingga Rp 10,4 miliar.
Sementara, pemberian uang dari Rijatono Lakka bermula sejak 2017. Saat itu, Lukas Enembe ditengarai mengarahkan bawahannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan-perusahaan milik Rijatono dengan kesepakatan adanya fee proyek.
Dari kesepakatan itu, Rijatono mendapatkan 12 proyek pada 2017 hingga 2021 di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua. Total anggaran dalam 12 proyek itu mencapai Rp 110 miliar. Proyek yang didapatkan perusahaan Rijatono di antaranya, renovasi rumah dinas Gubernur Papua hingga proyek jalan.
Atas pemberian proyek tersebut, Lukas Enembe diduga menerima suap senilai Rp 35,4 miliar. Suap dari Rijatono diserahkan dalam bentuk uang maupun dalam bentuk properti bangunan dan renovasi rumah Lukas. KPK menyebut jumlah uang yang diberikan Rijatono sejumlah Rp 1 miliar. Sementara, pemberian dalam bentuk properti bernilai Rp 34 miliar.
Jumlah suap dalam dakwaan ini jauh lebih besar dari sangkaan awal KPK. Saat menetapkan Lukas Enembe menjadi tersangka pada akhir 2022, KPK menduga Lukas hanya menerima suap Rp 1 miliar dan gratifikasi senilai Rp 10 miliar dari berbagai proyek di Provinsi Papua.
Penetapan tersangka terhadap Lukas juga diwarnai oleh berbagai drama lantaran politikus Partai Demokrat itu menolak diperiksa. Hasil penyidikan KPK tidak hanya menemukan Lukas menerima dana yang lebih besar dari sangkaan awal. KPK saat ini juga sudah menetapkan Lukas menjadi tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pilihan Editor: Sidang Lukas Enembe, Hakim Tegur Eks Kadis PUPR Papua untuk Tidak Berkelit