TEMPO.CO, Batam - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan memberikan bantuan perlindungan kepada ribuan warga yang terdampak pembangunan skala besar di Pulau Rempang, Kota Batam. YLBHI mengatakan akan ada potensi pelanggaran HAM serius dalam kisruh investasi tersebut, kondisi tersebut jamak terjadi di Indonesia saat ini.
Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI Edy Kurniawan mengatakan, pembangunan adalah sebuah keniscayaan karena negara harus bergerak maju. Tetapi paling penting dan harus dipertimbangkan dan diprioritaskan adalah keselamatan warga setempat. "Pemerintah harus memperhatikan hak-hak masyarakat yang terdampak dari pembangunan. Hak-hak hukumnya maupun hak pemiliknya dan hak tradisional mereka," kata Edy, Senin, 14 Agustus 2023.
Edy menegaskan, pembangunan tidak boleh mengabaikan satu orang pun masyarakat yang terdampak. Apalagi rencana pembangunan di Pulau Rempang ini secara keseluruhan tidak hanya berdampak kepada satu orang, tetapi kepada 4.000 kepala keluarga atau sekitar 10 ribu orang jiwa. "Jadi kalau semuanya digusur atau relokasi, apalagi warga menolak, itu menyalahi hukum, prinsip dan hak asasi manusia, dengan dalih pembangunan kawasan," katanya.
Ia melanjutkan pembangunan tidak boleh mengorbankan jiwa masyarakat, yang notabenenya mereka sudah tinggal turun-temurun di Pulau Rempang Galang, Batam. "Harusnya negara sudah mengakui mereka sebagai yang punya hak tradisional, dan itu harus dilindungi," kata Edy.
YLBHI juga menyoroti terkait adanya dugaan kriminalisasi kepada warga Rempang Batam yang lantang menolak penggusuran. Belakangan beberapa dari mereka dipanggil Polda Kepulauan Riau dengan tuduhan melakukan tindakan pidana.
Menurut Edy, hal itu sebagai serangkaian intimidasi hukum dan upaya kriminalisasi yang cenderung mencari kesalahan masyarakat yang menolak pengusuran. "Faktanya kita menemukan, ada upaya kriminalisasi kepada warga, dicari kesalahan-kesalaan warga, menggunakan pasal-pasal pemalsuan, penguasan lahan dalam kawasan hutan, pasal penyalahan tata ruang, hingga pasal korupsi," kata Edy.
Masyarakat, kata Edy, harus mendapatkan haknya, hak atas hidup, pekerjaan, pendidikan bagi anak-anak warga yang terdampak, untuk hidup layak dan banyak hak lainnya. "Modus penegakan hukum dengan mencari kesalahan warga ini, kami khawatirkan melanggar HAM yang serius," kata Edy.
Edy mengatakan bersama Walhi terus memantau perkembangan kasus tersebut. Termasuk memberikan bantuan hukum kepada warga yang lantang menolak relokasi yang belakangan dituduh melakukan tindakan pidana. "Kami sedang mempersiapkan tim hukum, untuk menghadapi upaya kriminalisasi dari Polda Kepri, dalam waktu dekat akan bergerak," kata Edy.
Polemik Pembangunan Rempang
Polemik pembangunan Pulau Rempang memasuki babak baru. Pada Minggu, 13 Agustus 2023, warga menolak relokasi atau pengusuran meskipun diberikan tempat yang layak. Penolakan itu mereka sampaikan kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia ketika berkunjung ke Rempang pada hari yang sama.
Warga membentangkan spanduk penolakan dan berteriak tidak mau direlokasi. Mayoritas dari masyarakat tersebut adalah ibu-ibu rumah tangga. "Kami bukan penumpang, kenapa kami yang harus pindah," ujar Rahma salah seorang warga.
Di hari yang sama pada pagi harinya, ratusan warga juga bersitegang dengan aparat kepolisian dari Polda Kepri di Pantai Melayu Pulau Rempang. Saat itu aparat Polda Kepri hendak membawa tokoh masyarakat Rempang Gerisman Ahmad ke Markas Polda Kepri dan dua penjaga pos Pantai Melayu. Bahkan dua penjaga pos mengaku sudah dimasukkan ke dalam mobil aparat Polda Kepri tersebut.
Ketika ingin dibawa ke Polda Kepri, Gerisman Ahmad menolak pasalnya ia hendak mengikuti pengajian bersama warga Sembulang yang mengadakan doa bersama untuk keselamatan kampung mereka. "Saya sampaikan ke petugas Polda yang datang itu, saya tidak mau dibawa sekarang, karena saya mau pergi pengajian, tetapi mereka tetap mau bawa saya, setelah itu warga datanglah," kata Gerisman.
Kondisi itu membuat warga berdatangan ke Rumah Gerisman yang tidak jauh berada dari Pantai Melayu Pulau Rempang. Beberapa warga yang juga terdiri atas ibu-ibu melontar berbagai kata penolakan tokoh masyarakat mereka di bawa ke Markas Polda Kepri. "Pantai ini bukannya milik Pak Gerisman, kalau mau tangkap dia tangkap juga kami," ujar salah seorang ibu-ibu.
Selang beberapa menit mobil gegana juga datang ke lokasi. Bersamaan dengan jajaran Kapolsek Galang, Iptu Alex Yasral. Aparat Polda Kepri yang hendak membawa Gerisman meninggalkan lokasi. Gerisman Ahmad bersama jajaran Polsek Galang sempang duduk bersama, sebelum bubar.
Apa yang Akan Dibangun di Rempang?
Pemerintah Kota Batam, BP Batam, dan PT Megah Elok Graha akan menjadikan pulau ini "Rempang Eco-city". Melalui perusahaan pengembang PT MEG, di Pulau Rempang akan dibangun industri, perumahan, hingga pariwisata. PT MEG merupakan anak perusahaan Tomy Winata.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi dalam beberapa kesempatan mensosialisasikan pembangunan Pulau Rempang, Batam. Ia memaparkan setidaknya di Rempang akan dilakukan pembangunan di lahan seluas 17 ribu hektare, total investasi Rp 381 triliun hingga 2080 mendatang dengan menyerap 300 ribu lebih tenaga kerja.
"Rempang Galang akan menjadi kota baru untuk kita semuanya," kata Rudi awal Agustus 2023. Dalam master plan rencana pembangunan rempang yang dipaparkan Rudi, setidaknya di pulau ini akan dibangun kawasan industri, agrowisata, komersil dan perumahan, pariwisata, PLTS, hingga cagar budaya.
Pilihan Editor: Bahlil Berkunjung ke Pulau Rempang Batam: Masyarakat Menerima Saya dengan Spanduk Penolakan Relokasi