INFO NASIONAL - Ketua MPR, Bambang Soesatyo mendorong DPR segera memasukkan RUU Masyarakat Hukum Adat dalam prolegnas. RUU ini sudah dibahas sejak 2014, namun hingga sekarang belum juga direalisasikan menjadi undang-undang.
“Saya atas nama pimpinan MPR ingin mendorong dan meminta kawan-kawan di DPR dengan para pimpinan partai politik di dalamnya, segera memasukkan produk hukum tersebut ke dalam prolegnas,” kata Bamsoet saat membuka Konferensi Internasional bertajuk “Recognition, Respect and Protection of the Constitutional Rights of Indigeneous People in National and International Perspective” di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Senin, 7 Agustus 2023.
Menurut dia, pengesahan ini penting karena perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum tercantum jelas dalam UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Pengakuan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat, bahkan termasuk pembagian wilayah administrasi negara atas daerah-daerah, salah satunya mesti mendasarkan pada keberadaan hak asal-usul masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan) yang berbunyi, “Pembagian daerah atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat Istimewa.”
Fakta normatif tersebut, ujar Bamsoet, menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat hukum adat merupakan sesuatu yang esensial dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sebab, masyarakat adat merupakan bagian dari pilar yang menopang berdiri dan kokohnya keberadaan bangsa dan negara Indonesia hingga saat ini.
“Oleh karena itu, mandat untuk melindungi dan memajukan kehidupan masyarakat hukum adat merupakan suatu keniscayaan untuk dipenuhi oleh negara, baik melalui langkah legislasi maupun kebijakan-kebijakan pemerintah yang berpihak pada perlindungan dan pemajuan masyarakat hukum adat,” tutur Bamsoet.
Patut disayangkan, sekalipun konstitusi telah memberikan jaminan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat, dalam realitanya masyakarat adat masih dihadapkan pada berbagai persoalan untuk menjaga eksistensi beserta hak-hak asal-usul atau hak tradisional yang dimilikinya.
“Hak itu mencakup hak atas sumber daya alam, perekonomian, kesejahteraan, serta hak untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum atas nasibnya sebagai kelompok masyarakat komunal," ujar Bamsoet
Aliansi Masyarakat Adat melaporkan hingga saat ini masih banyak konflik yang melibatkan masyarakat adat. Terutama terkait sengketa lahan seperti perkebunan, kehutanan, pembangunan, infrastruktur, hingga pertambangan. Sepanjang periode 2020-2021 saja, tercatat 53 konflik terkait perampasan wilayah adat, kekerasan, dan kriminalisasi yang melibatkan 140 ribu masyarakat adat menjadi korban.
Menurut Ketua Umum Partai Golkar ini, sekalipun saat ini undang-undang yang khusus tentang masyarakat hukum adat masih belum disahkan, paling tidak pemerintah telah menjalankan sejumlah langkah legislasi untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak masyarakat hukum adat. Contohnya, undang-undang desa, undang-undang kehutanan, dan undang-undang terkait daerah pesisir.
Bahkan, putusan Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor No. 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi rujukan dan dasar hukum bagi pemerintah, baik di pusat maupun daerah untuk mengambil kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat.
Karena itu, selain mendorong disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat, Bamsoet berharap konferensi internasional ini mampu melahirkan berbagai pemikiran jernih mengenai implementasi pelaksanaan mandat konstitusional perlindungan hak masyarakat hukum adat. Sehingga eksistensi masyarakat adat sebagai elemen dasar bangsa tetap terjaga, dan taraf kesejahteraaan masyarakat adat terus membaik.
Sebagai informasi, populasi masyarakat adat di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta jiwa yang terbagi menjadi 2.371 komunitas adat. Mereka tersebar di 31 provinsi tanah air. Sebaran komunitas adat terbanyak berada di Kalimantan yang mencapai 772 komunitas adat, Sulawesi 664 komunitas adat, Sumatera 392 komunitas adat, Bali dan Nusa Tenggara 253 komunitas adat, Maluku 176 komunitas adat, Papua 59 komunitas adat dan Jawa 55 komunitas adat.
Adapun, konferensi internasional hasil kerja MPR dan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), turut menghadirkan Menkopolhukam, Mahfud MD, Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni; Ketua Umum APHA, Dr. St. Laksanto Utomo, serta Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur, Prof. Faisal Santiago. (*)