TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan tak ada impunitas dalam penyelesaian perkara yang melibatkan anggota TNI. Termasuk, kata dia, kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Marsekal Madya Henri Alfiandi selaku Kepala Basarnas.
“Tunjukkan mana impunitas yang diterima oleh prajurit TNI?” kata Yudo Margono setelah membuka pertandingan olahraga Panglima Cup 2023 di Stasion Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 4 Agustus 2023.
Pihaknya menyayangkan argumen publik yang mengatakan seolah-olah TNI mendapat impunitas jika dihukum melalui peradilan militer. Ia meminta masyarakat tak khawatir TNI tidak menghukum anggota yang melanggar. Kalau kedapatan bersalah, katanya, akan dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Kalau salah pasti dilaksanakan penyidikan dan dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Lantas apa itu impunitas?
Melansir dokumen KontraS bertajuk Menolak Impunitas (2005), kata impunitas merupakan padanan dari Bahasa Inggris, impunity. Akar katanya dapat dirujuk dari Bahasa Latin, impune, yang secara leksikal berarti tanpa hukuman atau kebal. Istilah ini muncul akibat kegagalan negara untuk memenuhi kewajiban dalam melakukan investigasi atas pelanggaran hukum.
Menukil laman jentera.ac.id, pengajar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi menuturkan impunitas terbagi menjadi dua jenis, yaitu de facto dan de jure. De facto berarti negara gagal menuntut orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM karena tak ada kemauan berdasarkan pertimbangan politik tertentu. Sementara, de jure berarti desain hukum atau peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit memberikan kekebalan dari penuntutan sehingga melindungi para pelaku kejahatan dari proses hukum.
Fachrizal menambahkan bahwa impunitas masih langgeng di Indonesia meski rezim Orde Baru telah berakhir. Pasalnya, kata dia, prosedur hukum acara pidana masih memakai produk lama. Desain kelembagaan aparat masih mempertahankan budaya lama sehingga tidak ada jaminan independensi, kewenangan Komnas HAM yang terbatas hanya sampai tahap penyelidikan, dan lemahnya political will pemberantasan impunitas.
Impunitas masih menjadi musuh bagi aktivis pembela HAM. Menurut Khalid Ibrahim, seorang pembela HAM di Irak, impunitas sebenarnya adalah kejahatan yang lebih besar daripada kejahatan itu sendiri. Tak sedikit tokoh yang kebal atau tak tersentuh hukum karena berkuasa. Mereka menggunakan kekuasaan itu untuk melindungi dirinya dari jeratan hukum. Karena itu, kata Khalid, impunitas ibarat pupuk bagi kejahatan.
“Impunitas adalah kendaraan yang menjamin kelangsungan kejahatan dan penargetan jurnalis,” kata aktivis yang memperjuangkan keadilan bagi kematian jurnalis di negaranya ini.
Di Tanah Air, dalam peraturan perundang-undangan, impunitas tidak secara bebas melegalkan seseorang untuk terlepas dari jeratan hukum. Tapi pemberian hak ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pejabat dalam menjalankan kewenangannya. Hal ini sebagaimana tertera dalam Pasal 50 dan Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
Pasal 50 KUHP yang berbunyi, “Bahwa orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang, tidak dapat dipidana.”
Pasal 51 Ayat 1 KUHP berbunyi, “Bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, maka orang itu tidak dapat dipidana.”
HENDRIK KHOIRUL MUHID | EKA YUDHA SAPUTRA | MUHAMMAD SYAIFULLOH
Pilihan Editor: Panglima TNI Yudo Margono Pastikan Tak Ada Impunitas dalam Kasus Korupsi Kepala Basarnas