TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan tidak ada impunitas dalam penyelesaian kasus dugaan korupsi Kepala Basarnas dan semua anggota TNI. Yudo menyayangkan argumen publik yang mengatakan seolah-olah TNI mendapat impunitas dan kebal hukum jika dihukum melalui peradilan militer.
Ia meminta masyarakat tak khawatir TNI tidak menghukum anggota yang melanggar. “Tunjukkan mana impunitas yang diterima oleh prajurit TNI? Kalau salah pasti dilaksanakan penyidikan dan dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Yudo Margono setelah membuka pertandingan olahraga Panglima Cup 2023 di Stasion Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 4 Agustus 2023.
Yudo mencontohkan tidak adanya impunitas dalam tubuh TNI. Ia menyinggung kasus korupsi Brigadir Jenderal TNI Teddy Hernayadi pada 2016.
Majelis Hakim pada Pengadilan Militer tingkat II menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Brigjen TNI Teddy Hernayadi. Teddy dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pengadaan Alutsista di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Selain dihukum penjara seumur hidup, jenderal bintang satu itu juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar USD 12.409 atau sekitar Rp 130 miliar dan dipecat dari TNI. “Bahkan ada putusan seumur hidup pada 2016,” tutur Yudo.
Yudo mempersilakan pihak yang masih meragukan penanganan perkara untuk sama-sama melihat penjara dan penyidikan kasus korupsi Basarnas. Ia meminta masyarakat jangan terus-menerus menuduh TNI sebagai produk orde baru.
“Jangan selalu bilang produk orde baru, kita semuanya produk orde baru. Kita akui atau tidak, produk orde baru semuanya karena memang saat itu kita lalui semua,” kata Yudo.
Sebelumnya banyak pihak yang meragukan TNI bisa transparan dalam mengusut kasus korupsi anggotanya. Dua anggota TNI aktif di jabatan sipil, yakni Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional atau Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letnan Kolonel Adm Arfi Budi Cahyanto, awalnya ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TNI memprotes penetapan tersangka anggotanya oleh KPK. Usai protes tersebut, KPK meminta maaf dan mengaku penyelidik khilaf menetapkan keduanya sebagai tersangka. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyinggung TNI menggunakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 sebagai dasar keberatan penetapan tersangka.
Setelah keduanya diserahkan KPK, Pusat Polisi Militer TNI kemudian menetapkan Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Arfi Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan alat-alat di Basarnas.
Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko mengatakan penetapan tersangka dua perwira aktif TNI itu berdasarkan hasil pemeriksaan mereka dan para saksi dari pemberi suap. "Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABC sebagai tersangka," kata Danpuspom yang didampingi Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.
Menurut Agung, kedua perwira TNI itu pada malam ini ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU di Halim Perdanakusuma. "Terhadap keduanya malam ini juga kami lakukan penahanan," ujar dia. Agung mengatakan pemeriksaan terhadap Letkol Arif saat ini telah rampung dilaksanakan, sementara terhadap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sampai kini masih berlangsung.
Dari hasil pemeriksaan terhadap Koorsmin Kabasarnas, Puspom TNI menemukan pemberi suap, MR atau Marilya alias Bu Meri menyerahkan uang hampir Rp 1 miliar tepatnya Rp 999.710.400 kepada ABC pada 25 Juli 2023 di parkiran Bank BRI Mabes TNI AL, Jakarta.
"Sepengakuan ABC, uang tersebut adalah profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati," ujar Marsda Agung. PT Intertekno Grafika Sejati merupakan pemenang tender pengadaan alat dari Basarnas. MR dalam kasus itu merupakan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati.
Menurut Danpuspom, profit sharing hanya istilah dari pribadi ABC untuk memperhalus bahasa suap.
Menurut Agung, penerimaan uang dari Bu Meri itu atas perintah Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi. "Perintah itu ABC terima pada 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung," ujar dia. Adapun pasal yang dikenakan untuk menjerat kedua perwira itu antara lain Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
EKA YUDHA SAPUTRA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANTARA
Pilihan Editor: Polemik Korupsi Basarnas, Panglima TNI: Jangan Terus Menuduh, Kita Semua Produk Orde Baru