TEMPO.CO, Jakarta - Laila Hilaby masih menunggu Dedi Hamdun pulang. Pintu rumah mereka tetap terbuka: mungkin suatu hari Dedi Hamdun pulang.
Padahal bekas rumah mewah itu sempat bobrok tanpa plafon. Bahkan, keluarga itu pernah tinggal tanpa listrik dua tahun dan mengungsi ke tetangga. Namun rumah tua di Jalan Kebon Nanas Selatan II itu mesti ada. Sebab, Laila takut suaminya tidak bisa menemukannya dan anak-anak jika rumah berpindah tangan.
Selama 26 tahun Dedi Hamdun hilang nihil kabar. Laila tetap berharap dipertemukan. Kali ini ia mempertaruhkan harapan kepada Presiden Joko Widodo.
“Kalau bertemu Pak Jokowi mau disampaikan bagaimana ceritanya, masa manusia bisa dihilangkan begitu saja? Enggak mungkin kan,” kata Laila saat ditemui Tempo di rumahnya, Senin, 31 Juli 2023.
Laila masih mengharap Jokowi bisa memberikan kejelasan tentang status suaminya yang hilang pada 29 Mei 1997. Ia tiba-tiba lenyap bersama 13 orang lain beberapa jam setelah Pemilu 1997. Dedi Hamdun tidak pernah kembali ketika pergi ke rumah sakit.
Laila tidak mengerti kenapa suaminya bisa menghilang. Sebab, menurut sepengetahuannya, suaminya tidak memiliki masalah dengan keluarga penguasa saat itu.
Aset kekayaan dirampas
Nelangsa Laila dan lima anaknya tidak berhenti pada hilangnya Dedi Hamdun. Setelah raib, aset mereka hilang satu demi satu. Laila mengatakan puluhan mobil yang terparkir di depan rumah satu per satu dicokol orang. Mereka mengaku hendak memakai mobil untuk menyusul Dedi Hamdun. Tidak ada satu pun yang kembali. Selain kendaraan, sejumlah aset tanah terampas. Salah satunya adalah aset tanah perusahaan seluas 135 hektar di Jawa Barat.
“Aset bisa hilang karena pemerintah tidak menjaga keluarga korban. Waktu itu banyak orang berseliweran. Ya banyak ‘dibohongilah’,” kata Hasan Alhabshy, keponakan Dedi Hamdun.
Hasan mengatakan keluarga Dedi Hamdun telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 31 Juli lalu. Keluarga meminta untuk audiensi dengan Presiden Jokowi soal Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Helmi, keponakan lain Dedi Hamdun, mengatakan keluarga sebetulnya membutuhkan kepastian apakah pamannya masih hidup atau tidak. Sebab jika masih hidup keluarga tidak pernah melihat badannya. Pun jika meninggal, keluarga tidak pernah menemukan mayatnya. Keluarga sejatinya berupaya menerima keadaan.
“Namun semenjak kehilangan beliau ini banyak hal terjadi, mulai dari sekolah yang putus, kehidupan ekonomi morat-marit, sampai sang istri keluar masuk rumah sakit. Apa yang pemerintah bisa tanggulangi?” kata Helmi.
Anak ketiga Dedi, Hakim Hamdun, berharap pemerintah bisa memulihkan kehidupan keluarga Dedi Hamdun yang terampas. Hakim, yang bekerja serabutan sejak kehilangan ayahnya, berharap audiensi dengan Jokowi bisa mengembalikan hak-hak keluarganya yang terampas. Pasalnya, sejak kejadian tersebut, ibunya dan saudara-saudaranya terpaksa minum obat penenang untuk mengekang trauma.