TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan sudah mendengar mengenai persoalan Penerima Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini. Namun, menurut Jokowi, hal tersebut seharusnya cukup diselesaikan di level bawah dan tak harus sampai dirinya turun tangan.
"Bahwa masalah kecil-kecil banyak di lapangan. Itu persoalannya bupati, persoalannya wali kota, persoalannya gubernur, jangan semuanya ke presiden," kata Jokowi di Bengkulu, Kamis, 20 Juli 2023.
Meski menolak berkomentar lebih jauh soal persoalan PPDB, Jokowi berpesan kepada pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan persoalan di lapangan. Menurut dia, pemerintah daerah harus menjalankan fungsinya menyelesaikan persoalan tersebut.
"Jadi yang paling penting diselesaikan baik-baik di lapangan. Anak-anak kita harus diberikan peluang seluas-luasnya untuk memiliki pendidikan yang baik dan setinggi-tingginya," kata Jokowi.
Menko PMK sebut kecurangan juga terjadi sebelum sistem zonasi diterapkan
Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menanggapi maraknya orang tua murid menempuh cara curang agar bisa lolos PPDB. Kecurangan itu antara lain seperti mengaku miskin agar anaknya bisa ikut jalur afirmasi, namun ternyata memilki toko besar hingga meminjam alamat orang lain agar lolos sistem zonasi.
Menurut Muhadjir, kecurangan yang dilakukan oleh orang tua tersebut kelak bakal ditiru oleh anaknya. Padahal, menurut Muhadjir, anak-anak seharusnya ditananamkan pendidikan moral.
"Orang tua juga harus menyadari kalau sejak awal anak-anaknya sudah dididik dengan cara curang, ya itu nanti jadi calon koruptor itu," ujar Muhadjir di kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Juli 2023.
Tetap pertahankan sistem zonasi dalam PPDB
Meski menuai banyak polemik dan kritik, Muhadjir menyatakan pihaknya tetap akan meneruskan sistem zonasi dalam PPDB. Alasannya, ia mengatakan sistem ini akan membuat pemerataan sekolah dan pendidikan, sehingga tidak ada kastanisasi sekolah.
Menurut dia, sebelum ada PPDB Zonasi, kecurangan saat memasukan siswa ke satu sekolah lebih sering terjadi.
"Semua sekolah harus favorit, sehingga seorang itu tidak harus kemudian melakukan kecurangan karena masih terpersepsi ada sekolah favorit itu," kata Muhadjir.
Pemda diminta menyusun aturan untuk tegakkan aturan sistem zonasi
Sebagai antisipasi kecurangan tersebut, Muhadjir memerintahkan pemerintah daerah untuk segera menyusun peraturan yang menegakkan peraturan. Sehingga ketika ada kecurangan terdetekai, akan ada penindakan yang jelas.
Selain itu, Muhadjir memerintahkan daerah yang menemukan kecurangan pada proses PPDB untuk segera melakukan evaluasi internal. Menurut Muhadjir, persoalan kecurangan ini hanya ditemukan di daerah saja.
"Contohnya DKI, setahu saya sekarang ini justru sudah sangat bagus karena saya tahu intervensi di dalam kerangka pemerataan kualitas pendidikan di DKI sangat bagus, bukan hanya negeri yang diperhatikan, termasuk bantuan untuk swasta," kata Muhadjir.
Dengan pengawasan yang ketat oleh Pemda, Muhadjir menyebut masyarakat bakal nyaman dan orang murid tidak perlu lagi melakukan kecurangan untuk mengejar sekolah favorit. Mengenai usulan pembentukan Satgas PPDB agar pengawasan dapat maksimal, Muhadjir menyerahkan hal itu ke mekanisme Undang-Undang.
"Satgas ppdb cukup di tingkat masing-masing, kalau SMA/SMK itu tanggung jawab pemerintah provinsi, kalau SD, SMP itu tanggung jawab kabupaten kota, kan sudah ada itu dalam Undang-Undang. Jadi jangan menimpakan kesalahan di tingkat pemerintah pusat," kata Muhadjir.
Pilihan editor: PSI Sebut Ada 6 Dosa Besar Sistem Zonasi PPDB