Setelah memastikan korban mutilasi sama dengan orang yang dilaporkan hilang, polisi kemudian melakukan penelusuran terhadap profil mahasiswa semester empat Fakultas Hukum UMY tersebut. Dari penelusuran itulah kemudian diketahui Redho sempat berhubungan dengan dua pelaku, W dan RD.
Ketiga laki-laki itu, menurut Endriadi, tergabung dalam sebuah grup media sosial facebook yang sama. Namun Endri tak merinci apa nama grup media sosial tersebut. Setelah mengantongi identitas W, Polda DIY kemudian melakukan penelusuran ke rumah kosnya di Kelurahan Triharjo, Sleman, Yogyakarta.
Di tempat kosan W ini, polisi kemudian menemukan barang bukti yang digunakan W untuk memutilasi Redho seperti pisau, talenan, ember, panci, cangkul juga kompor gas beserta tabungnya. Berdasarkan pemeriksaan, ditemukan jejak DNA Redho di sana.
Di lokasi inilah W dan RD disebut memutilasi Redho setelah dia meninggal. Endriadi menyatakan Redho meninggal karena aktivitas kekerasan yang berlebihan. Saat pertemuan di kos W pada 11 Juli 2023, menurut Enndri, mereka bertiga melakukan kegiatan berupa kekerasan satu sama lain secara berlebihan. Endriadi pun enggan merinci seperti apa aktivitas kekerasan yang dimaksud.
Pengembangan berikutnya, polisi menangkap RD di Jakarta. Kepada polisi, keduanya kemudian mengaku memutilasi Redho karena panik mengetahui rekannya itu tewas. Mereka melakukan mutilasi untuk menyamarkan jejak.
W pun sempat melakukan survei ke beberapa tempat yang kemudian menjadi lokasi pembuangan tubuh Redho.
Atas perbuatannya, polisi menjerat W dan RD dengan pasal berlapis. Diantaranya pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman makasimal pidana mati atau paling lama 20 tahun penjara. Kemudian pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Lalu pasal 170 KUHP tentang melakukan kekerasan secara bersama-sama dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Juga pasal 351 KUHP tentang perbuatan yang mengakibatkan matinya seseorang dengan pidana penjara paling lama 7 tahun penjara.