TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menanggapi soal aksi penembakan polisi kepada seorang tersangka perampokan hingga tewas di Medan, Sumatera Utara. Tak seperti Wali Kota Medan, Bobby Nasution, yang mengapresiasi tindakan polisi itu, Kompolnas justru mengingatkan agar polisi tidak boleh sewenang-wenang dalam menggunakan senjata api.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan penggunaan senjata api telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM.
“Tembakan polisi dalam menangani penjahat seharusnya melumpuhkan, bukan mematikan,” kata Poengky kepada Tempo, Selasa, 11 Juli 2023.
Poengky menjelaskan, dalam Pasal 3 Perkap Tentang Penggunaan Kekuatan, ada enam prinsip penggunaan kekuatan yang harus diperhatikan kepolisian, yakni legalitas, nesesitas (kebutuhan), proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal.
6 tahapan penggunaan kekuatan
Selain itu, dalam Pasal 5 ayat (1) juga mengatur tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yang terdiri dari:
Tahap 1 : Kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan;
Tahap 2 : Perintah lisan
Tahap 3 : Kendali tangan kosong lunak
Tahap 4 : Kendali tangan kosong keras
Tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia, antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri
Tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.
Dalam aturan ini, menurut Poengky Indarti, anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Selanjutnya, senjata api hanya boleh digunakan jika pelaku kejahatan bisa memberikan ancaman